digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

DAFTAR PUSTAKA Keisya Thalia Maharani
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Sensor Inertial Measurement Unit (IMU) merupakan sebuah perangkat yang tersusun atas sensor akselerometer, giroskop, dan pada kasus tertentu, magnetometer. Seiring berjalannya waktu, sensor ini sudah umum digunakan dalam berbagai industri, salah satunya untuk menganalisis parameter gerak berjalan manusia dalam bidang medis. Tingginya harga pasaran sensor IMU yang sudah terintegrasi filter dan sistem pengolahan data, mendorong Tim Riset Biomekanika FTMD ITB untuk mengembangkan algoritma pengolahan data sendiri sehingga sensor dapat dibeli dengan harga yang lebih murah. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan analisis kinematika sendi menggunakan sensor IMU dan algoritma pengolahan data yang sudah dikembangkan sebelumnya. Penelitian dilakukan dengan melakukan akuisisi data terhadap 10 peserta dalam kondisi sehat, berusia produktif, dan memiliki BMI dengan kategori normal menggunakan sensor IMU dan metode optical motion capture untuk memperoleh data kinematika sendi. Data yang diperoleh dari kedua metode ini akan dibandingkan dan dianalisis sebagai bentuk validasi kelayakan penggunaan sensor dan algoritma pengolahan ditanya sebagai metode alternatif dalam melakukan analisis parameter gerak berjalan. Hasil analisis perbandingan data kinematika sendi yang diperoleh dengan kedua metode menunjukkan bahwa nilai rata-rata selisih pengukuran dengan kedua metode sebesar 3,87%, yang mana nilai tersebut masih dalam batas wajar dan dapat diterima untuk keperluan uji klinik. Selain itu, besar range of motion sudut sendi yang diperoleh kedua metode memiliki selisih yang kecil. Hal ini membuktikan bahwa sensor IMU layak digunakan sebagai metode alternatif untuk melakukan analisis parameter gerak berjalan, khususnya analisis kinematika sendi.