Motif poleng memiliki arti yang penting dalam kehidupan masyarakat Bali. Motif poleng
memiliki pola kotak-kotak sederhana menyerupai papan catur yang terbentuk dari perpaduan
antara dua warna yaitu hitam dan putih yang kadang-kadang diselingi warna abu-abu diantara
warna hitam dan putih, atau diselingi warna merah. Biasanya motif poleng terlihat dililitkan
pada pohon-pohon tertentu, arca dwaraphala (patung-patung penjaga), juga dipakai para
pecalang (penjaga keamanan desa pakraman), dan pemakaian lainnya yang terkait dengan
kegiatan ritual agama Hindu. Sehingga dapat dikatakan bahwa motif poleng memiliki nilai
yang sakral dalam agama Hindu di Bali. Namun dalam perkembangan selanjutnya, motif
poleng di Bali menjadi wacana identitas yang cukup masif. Hal ini dianggap sebagai
pelanggaran dan pencemaran terhadap simbol – simbol agama yang bernilai batin, dan
karenanya pula pencemaran terhadap simbol-simbol itu akan dapat menyinggung ketenangan
batin pemeluknya. Motif poleng yang memiliki pengertian setara dengan konsep rwa bhineda,
tidak jarang dipakai sebagai pembungkus makanan atau sebagai penutup meja suatu restoran,
sehingga penting untuk mencermati nuansa religi yang dapat menimbulkan perdebatanperdebatan tentang simbol-simbol agama tersebut pada tahap pemakaiannya.
Pergeseran budaya yang terjadi dalam masyarakat Bali yang menimbulkan juga pergeseran
makna spiritualitas yaitu penghayatan dan pengalaman manusia dalam memberikan makna
motif poleng, maka peneliti berpendapat bahwa sangat penting memahami makna motif poleng
dalam pergeseran . Fokus penelitian pada pengalaman masyarakat Bali tentang motif poleng
dengan menemukan makna spiritualitas motif poleng dengan pengalaman pengguna, dengan
mengajukan pertanyaan, yaitu (1) Bagaimana mengidentifikasi nilai spiritualitas motif poleng
? (2) Bagaimana mendeskripsikan makna spiritualitas motif poleng dalam budaya Bali ? (3)
Bagaimana mendeskripsikan makna spiritualitas motif poleng dalam budaya Bali kontemporer
?
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi nilai spiritualitas dalam budaya Bali; (2)
Mendeskripsikan makna spiritualitas motif poleng dalam budaya Bali; (3) Mendeskripsikan
makna spiritualitas motif poleng dalam budaya Bali kontemporer.
Berdasarkan objek yang dikaji dan tujuan penelitian maka penelitian dilakukan dengan metode
fenomenologi agar dapat menyusun dan mengembangkan teori-teori berdasarkan data empiris.
Penelitian yang akan dilakukan dalam bentuk studi kasus tunggal dengan pendekatan holistik
penuh dengan perspektif budaya dan bersifat grounded research. Jenis penelitiannya adalah
penelitian dasar dengan metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis diterapkan
dengan melihat sifat data penelitian dalam aspek spiritualitas pada motif poleng dan aspek aspek
spiritualitas dalam budaya Bali kontemporer.
Metode fenomenologi Schultz digunakan pada saat pengambilan dan analisis data. Hal tersebut
dilakukan untuk melihat keterkaitan antara makna motif poleng dengan budaya Bali
kontemporer. Keterkaitan tersebut menjadi temuan bagi peneliti tentang pergeseran makna
motif poleng dalam budaya Bali kontemporer. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
tahapan dengan bertolak dari data menuju suatu teori. Sumber Data penelitian adalah informan
sekaligus pelaku dan tokoh-tokoh budaya Bali, tokoh-tokoh agama Hindu, dan lembagalembaga
budaya yang ada di Bali. Teknik pengumpulan data dengan melalui alat-alat
(instrumen) penelitian dengan melakukan wawancara, observasi, studi pustaka, dan dokumen
(arsip). Teknik pengumpulan data menurut fenomenologi dipersyaratkan dengan menentukan
informan kunci, yang dapat dipercaya mampu “membukakan pintu” bagi peneliti untuk
menentukan objek penelitian.