digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Banyaknya waduk di Indonesia akan sangat membantu memenuhi kebutuhan akan air baku baik untuk irigasi maupun pemenuhan air minum. Sedimentasi pada waduk dipengaruhi banyak faktor seperti perubahan iklim, perubahan tutupan lahan dan lainnya sehingga peningkatan sedimentasi yang terjadi pada waduk akan mengurangi umur guna dari waduk tersebut. Bendungan Ameroro berlokasi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dimana peningkatan penduduk 2.03% yang terbilang tinggi dalam persentase di Indonesia. Sungai Ameroro sebagai sungai utama di SUBDAS Ameroro dengan luas 374.8 km2 dengan panjang sungai utama 45.16 km dengan kemiringan rata-rata 2.65% memiliki 2 bangunan utama yang melintang yaitu Bendungan Ameroro dan Bendung Ameroro dimana kedua bangunan ini utamanya sebagai pemenuhan air untuk irigasi pertanian padi sebagai komoditas utama Kabupaten Konawe. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan dan menganalisis sebaran sedimentasi pada tampungan Bendungan Ameroro pada saat beroperasi dan perubahan morfologi Sungai Ameroro pada saat kondisi sebelum dan sesudah Bendungan Ameroro beroperasi. Permodelan Sungai Ameroro dan bangunan melintang menggunakan program HEC-RAS 2D dengan masukan debit Sacramento dengan nilai korelasi 62.77% dan NSE 0.3937 terhadap debit observasi selama 10 tahun dan untuk permodelan angkutan sedimen menggunakan data pengukuran dasar sungai pada tahun 2019 dan 2022 dengan gradasi material dasar sungai dari pengujian independen pengambilan langsung pada sungai. Permodelan angkutan sedimen yang menggambarkan perubahan dasar sungai mendekati pengukuran adalah dengan fungsi Meyer-Peter-Muller dengan fungsi fall velocity VanRijn untuk nilai error 15.96%. Hasil simulasi memperlihatkan perubahan morfologi sungai: (a) tinggi muka air rata-rata +105 m dengan area tergenang rata-rata di STA 13872 pada sungai hulu dan STA 4446 pada sungai inlet atau 7.7 km dari panjang alur sungai hulu terhadap mercu dan 4.5 km dari panjang alur sungai inlet (b) perubahan dasar sungai ketika terjadi bendungan lebih besar dibandingkan kondisi sebelum bendungan beroperasi. Laju sedimentasi yang masuk tampungan bendungan sebesar 1.192.015 m3/tahun dengan persentase jumlah yang masuk pada tampungan mati bendugan sebesar 42.47%. Perhitungan usia guna waduk menggunakan metode kurva Brune dan faktor kepadatan sedimentasi setiap waktunya didapatkan usia guna waduk menjadi 85 tahun dari rencana 107 tahun terdeviasi 22 tahun. Berdasarkan metode pembobotan dalam penentuan alternatif penanganan sedimentasi pada waduk, didapati konservasi DAS merupakan alternatif terbaik untuk pemeliharaan bendungan yang akan beroperasi. Kajian ini diharapkan dapat membantu dalam operasional dan pemeliharan Bendungan Ameroro.