Limbah padat tekstil secara umum diketahui memiliki nilai kalori yang tinggi.
Namun, opsi refuse derived fuel (RDF) saat ini di Indonesia belum menggunakan
limbah padat tekstil sebagai variabel utama untuk produksi massal seperti yang
dinyatakan oleh Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2021.
Penelitian ini terutama mengkaji potensi nilai kalor limbah padat tekstil dari 3 dari
5 industri tekstil utama yaitu industri tenun, rajut, dan garmen di Kota Majalaya
dengan total industri masing-masing sebanyak 110, 39, dan 40 industri serta massa
municipal solid waste (MSW) yang dibutuhkan untuk memenuhi nilai kalor standar
RDF jika dicampurkan dengan komposisi limbah padat tekstil sebagai variabel
bebas. Data primer terdiri dari pengambilan sampel limbah padat tekstil dan
timbulan limbah untuk masing-masing 3 industri tekstil (tenun, rajut, dan garmen
handuk) yang menghasilkan sekitar 5.68, 0.83, dan 28.1 ton/hari, dan data
sekunder yang terdiri dari daftar standar RDF seperti standar industri semen, SNI
8966:2021, dan standar Eropa untuk menambah validitas apakah potensi nilai
kalor limbah padat tekstil itu sendiri dapat berperan sebagai peningkat (enhancer)
sebagai variabel bebas untuk meningkatkan nilai kalor RDF. Selain itu,
mendapatkan data proksimat dan nilai kalor di laboratorium sesuai dengan
standar American Society for Testing and Materials (ASTM) dan SNI yang dikenal
sebagai berikut: kadar air (SNI 03-1971-1990), kadar volatil (ASTM E 897-88-
2004), kadar abu dan karbon tetap (ASTM E 830-87-2004), dan nilai kalor (ASTM
D 5865) yang menghasilkan, selain itu, data sekunder yang terdiri dari daftar
standar RDF seperti standar industri semen, SNI 8966: 2021, dan standar Eropa
untuk menambah validitas apakah potensi nilai kalor dari limbah padat tekstil itu
sendiri dapat berperan sebagai penambah sebagai variabel bebas untuk
meningkatkan potensi nilai kalor RDF. Analisis proksimat dan nilai kalor
menunjukkan bahwa limbah padat tekstil yang dihasilkan memiliki nilai kalor ratarata 17.19 MJ/kg yang diketahui berada di atas nilai kalor minimum yang disyaratkan oleh masing-masing standar RDF. Simulasi data lebih lanjut mengenai
massa MSW yang diperlukan untuk pencampuran dengan limbah padat tekstil
untuk memenuhi standar nilai kalor RDF dan standar industri semen yang dipilih
secara khusus dengan persyaratan nilai kalor minimum dilakukan dengan
menggunakan interpolasi data massa dan nilai kalor dari MSW dan limbah padat
tekstil yang menghasilkan rasio MSW dan limbah padat tekstil sebesar 1.43 (143-
ton MSW untuk 100-ton limbah padat tekstil). Rasio ini digunakan sebagai dasar
yang dapat diterapkan pada setiap kuantitas limbah padat tekstil ketika
menentukan massa MSW yang sesuai yang diperlukan untuk melengkapi dalam
memenuhi standar RDF industri semen sebesar 12.55 MJ/kg. Karena persyaratan
nilai kalor RDF valid, penelitian lebih lanjut mengenai potensi nilai ekonomi
dilakukan dengan menentukan sistem aliran limbah RDF yang dapat memfasilitasi
limbah padat industri tekstil dan komponennya yang menghasilkan total belanja
modal (CAPEX) dan belanja operasional (OPEX) masing-masing sekitar Rp3.8
miliar dan Rp5.8 miliar/tahun. Selain itu, analisis kelayakan untuk rencana bisnis
selama 20 tahun dengan menggunakan net present value (NPV) dan benefit cost
ratio (BCR) masing-masing sebesar Rp202 miliar dan 2.23 yang menunjukkan
bahwa nilai net present value positif dan BCR > 1 menunjukkan bahwa proyek ini
layak secara ekonomi. Namun, untuk validitas nilai ekonomi membutuhkan data
primer dari kondisi eksisting yang tidak ada dalam makalah penelitian ini.