Kawasan Cirebon sebagai bagian dari Kawasan Industri Segitiga Rebana akan
menjadi salah satu kawasan metropolitan sekaligus pusat perekonomian di Pulau
Jawa karena diproyeksikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Rencana
pembangunan terhadap kawasan ini tentunya akan berdampak bagi perekonomian
maupun bagi perkembangan masyarakat daerah tersebut. Namun, upaya
pembangunan juga akan berdampak pada alih tata guna lahan yang tentunya akan
berdampak pada kemampuan lingkungan untuk beradaptasi. Salah satu
permasalahan yang akan muncul adalah peningkatan kasus banjir di kawasan ini.
Tingkat kerawanan banjir tersebut dipengaruhi oleh aspek yang didasarkan pada
faktor-faktor alam antara lain faktor meteorologi seperti aspek curah hujan dan
karakteristik daerah aliran sungai diantaranya aspek kelerengan, elevasi, jenis
tanah, permeabilitas tanah, dan tata guna lahan. Dilakukan analisis spasial terhadap
aspek tingkat rawan banjir menggunakan skoring, pembobotan, dan overlay peta
aspek sehingga diperoleh informasi kontribusi setiap aspek terhadap tingkat rawan
banjir sebesar: curah hujan 14%, kelerengan 17%, ketinggian 18%, tata guna lahan
18%, jenis tanah 16%, dan permeabilitas tanah berkonstribusi 17%. Kemudian
diperoleh juga informasi bahwa mayoritas Kawasan Cirebon Raya berstatus rawan
- sangat rawan terhadap banjir. Dilakukan pemilihan teknologi pengendalian banjir
di Kawasan Cirebon menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Berdasarkan hasil pemilihan menggunakan Metode AHP, tindakan konservasi air
dan tanah terpilih sebagai alternatif tindakan yang diprioritaskan dalam
pengendalian banjir. Kemudian berdasarkan hasil analisis terhadap aspek-aspek
yang memengaruhi tingkat kerawanan kejadian banjir di Kawasan Cirebon Raya,
maka alternatif implementasi yang paling sesuai untuk diterapkan cenderung
berupa upaya pengendalian meliputi pengelolaan lahan (land management) di Kawasan Cirebon Raya.