Emisi polutan udara perlu diestimasi secara akurat untuk memastikan bahwa
strategi pengelolaan kualitas udara dirancang dan diterapkan dengan tepat.
Faktor emisi (FE) adalah hubungan fungsional empiris antara emisi polutan dan
aktivitas yang menyebabkan terbentuknya polutan tersebut. Sektor transportasi
merupakan kunci dan aspek utama dalam pertumbuhan dan perkembangan kota,
terutama di DKI Jakarta. Dampak negatif yang timbul dari aktivitas transportasi
salah satunya adalah penurunan kualitas udara ambien akibat diemisikannya
pencemar yang berlebih di lingkungan. Perhitungan faktor emisi akan didasarkan
pada hasil pengukuran emisi kendaraan pada 16 titik di Jakarta menggunakan
metode remote sensing yang mengukur rasio polutan terhadap CO2. Pada
penelitian ini, dihasilkan nilai faktor emisi spesifik di DKI Jakarta, Indonesia
untuk emisi CO, NOx, dan HC pada kendaraan penumpang Dan Light
Commercial Vehicle (LCV) berbahan bakar gasoline dan diesel. Untuk faktor
emisi CO dan HC, kendaraan berbahan bakar gasoline umumnya mengemisikan
lebih tinggi dibandingkan kendaraan berbahan bakar diesel. Sedangkan untuk
faktor emisi NOx, nilai faktor emisi yang lebih tinggi dihasilkan dari kendaraan
berbahan bakar diesel. Dari penelitian ini didapatkan pula faktor emisi dari LCV
lebih tinggi dibandingkan kendaraan penumpang dan faktor emisi dari taksi juga
lebih tinggi dibandingkan dari kendaraan penumpang. Penurunan emisi paling
signifikan terjadi pada tahun 2007 yang dapat diakibatkan adanya pengaruh dari
kebijakan yang berlaku yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Tipe Baru dan Kendaraan yang Sedang Diproduksi (Current Production).
Kebijakan ini mengatur mengenai implementasi standar emisi setara Euro 2/II
untuk sepeda motor, mobil, dan kendaraan berat. Pada penelitian ini juga dihasilkan faktor emisi untuk berbagai merek kendaraan dan juga kapasitas
silinder.