Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
(KEN) merupakan dokumen pedoman pengelolaan energi jangka panjang yang
bertujuan sebagai pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna
mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi untuk mendukung
pembangunan nasional berkelanjutan. Selanjutnya melalui Peraturan Presiden
Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, pemerintah mempertegas langkah-langkah untuk mewujudkan
pembangunan nasional berkelanjutan. Tahun 2016 Pemerintah meratifikasi
Kesepakatan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16, yang isinya Indonesia
menyetujui terlibat dalam konvensi internasional yang berusaha menurunkan suhu
rata-rata global < 2°C di atas temperatur bumi saat era pra-industri, pada paruh
kedua abad ini, dengan menurunkan emisi gas gumah kaca (GRK) global yang salah
satunya bersumber dari sektor energi. Target dari ketiga tujuan peraturan ini harus
dapat diwujudkan melalui suatu sistem pengelolaan energi (SPE) yang terencana
dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab kondisi tersebut melalui pemodelan yang
merepresentasikan SPE Nasional untuk mencapai: (i) ketahanan energi, (ii)
kemandirian energi, (iii) tujuan pembangunan berkelanjutan dan (iv) Kesepakatan
Paris secara simultan dan seimbang berbasis dinamika sistem. Pendekatan induktif
digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan indikator dasar dari keempat
tujuan, yang terdiri dari: 6 ketahanan energi, 1 kemandirian energi, 3 tujuan
pembangunan berkelanjutan dan 1 Kesepakatan Paris. Namun ada 1 indikator dasar
yang identik pada ketahanan energi, tujuan pembangunan berkelanjutan dan
Kesepakatan Paris, sehingga secara keseluruhan diperoleh 9 indikator dasar
ketercapaian tujuan SPE. Selanjutnya indikator dasar dikelompokkan ke dalam
aspek: ekonomi, sosial dan lingkungan. Enam indikator dasar selalu masuk dalam
ketiga aspek tersebut, sedangkan 3 indikator dasar lainnya tersebar pada aspek:
ekonomi, sosial dan lingkungan. Variabel utama dari tujuan SPE diturunkan dari indikator dasar. Tahun 2019
ditetapkan sebagai tahun dasar analisis. PDB per kapita yang merupakan variabel
utama dari aspek ekonomi, pada dokumen Visi Indonesia 2045 ditargetkan sebesar
23.199 USD atau meningkat 6 kali lebih besar dari tahun dasar. Emisi GRK sektor
energi sebagai variabel utama aspek lingkungan, pada dokumen long-term strategy
net zero emissions (LTS NZE) ditargetkan lebih rendah dari 87 MMT CO2-eq di
tahun 2060, atau turun sebesar 87,5%. Sedangkan lapangan pekerjaan pada sektor
energi sebagai variabel utama dari aspek sosial diharapkan akan terus meningkat.
Target-target ini akan dipenuhi oleh SPE melalui penyediaan energi primer sebesar
1.000 MTOE pada 2050, dimana konsumsi listrik ditargetkan sebesar 7.000
kWh/kapita. Emisi GRK ditetapkan sebagai milestone tahun akhir analisis,
sekaligus sebagai batasan (constraint) dari target tujuan SPE.
Analisis kuantitatif dilakukan terhadap constraint untuk menetapkan strategi dan
skenario utama SPE. Puncak emisi GRK ditergetkan terjadi pada 2030 sebesar
1.164 MMT CO2-eq, yang berasal dari pembakaran 370 MTOE energi fosil (74%
dari total penyediaan energi primer_PEP). 44% dari energi fosil digunakan sebagai
bahan bakar pembangkit listrik. Selanjutnya emisi secara bertahap akan menurun
menjadi 87 MMT CO2-eq pada 2060, seiring dengan penurunan pembakaran energi
fosil hingga tersisa 28 MTOE (2% dari total penyediaan energi primer). Total emisi
GRK periode 2030 – 2060 yang harus diturunkan adalah 15.466 MMT CO2-eq.
Dengan asumsi sejak 2030 tidak ada lagi penambahan kapasitas pembangkit fosil
baru, maka penghentian operasional pembangkit fosil yang telah memasuki usia
ekonomisnya (normal retirement) hanya mampu menurunkan emisi GRK sebesar
8.378 MMT CO2-eq (54,2%). Penghentian pengoperasian lebih awal pembangkit
fosil (early retirement) 74 GW secara bertahap dari tahun 2035–2044 mampu
menurunkan emisi 10.430 MMT CO2-eq (67,4%). Baik normal ataupun early
retirement masih belum mampu mencapai target penurunan emisi GRK. Untuk itu
penggunaan teknologi penyerap karbon sejak 2044 menjadi alternatif menangkap
sisa emisi GRK yang ada, khususnya emisi dari non pembangkit.
Penurunan penyediaan energi fosil melalui efisiensi berpotensi untuk mengurangi
emisi GRK. Intensitas energi sebagai salah satu parameter efisiensi ditargetkan
menurun sebesar 2% per tahun. Pada tahun 2055, Indonesia akan memiliki
intensitas energi yang sama dengan Jepang dan Jerman saat ini, yaitu 103 TOE/Juta
Rupiah. Untuk itu SPE Indonesia harus efisien, dimana elektrifikasi sisi permintaan
energi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan efisiensi sekaligus
mempermudah mengelola emisi GRK.
Mulai 2030 penyediaan energi baru terbarukan (EB)T akan meningkat tajam karena
untuk memenuhi tambahan permintaan energi sekaligus menggantikan penyediaan
energi fosil yang mulai dikurangi. Pertumbuhan rata-rata penyediaan EBT
mencapai 4,5% per tahun.
Selanjutnya dipilih 2 skenario berdasarkan analisis terhadap batasan/constraint,
yaitu: (i) normal retirement dan (ii) early retirement. Skenario normal retirement
melalui strategi: normal retirement pembangkit fosil, pengembangan pembangkit
EBT, penggunaan carbon capture storage/carbon capture utilization storage CCS/CCUS) dan elektrifikasi sisi permintaan energi. Skenario early retirement
melalui strategi: early retirement pembangkit fosil, pengembangan pembangkit
EBT, penggunaan CCS/CCUS dan elektrifikasi sisi permintaan energi.
Model yang dikembangkan berbasis dinamika sistem, yang meliputi: SPE dan
tujuan SPE. SPE dibagi menjadi sub-model: permintaan energi dan penyediaan
energi. Tujuan SPE dikelompokkan menjadi sub-model: ekonomi, sosial dan
lingkungan. Variabel utama dari setiap sub-model tujuan SPE memiliki hubungan
umpan balik dengan SPE dan antar variabel utama tujuan SPE berinteraksi umpan
balik melalui SPE. Validasi model menggunakan metode mean absolute percentage
error (MAPE) menunjukkan angka penyimpangan < 5%, sedangkan perilaku
output menyerupai kondisi nyata, sehingga model dinyatakan valid. Selanjutnya
skenario terpilih disimulasikan pada model untuk menganalisis ketercapaian
keempat tujuan SPE melalui 9 indikator dasar yang telah ditetapkan