Tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Indonesia sebagian besar hanya dimanfaatkan
sebagai bahan baku industri rokok. Di lain sisi, rokok dianggap memiliki banyak
dampak negatif sehingga mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk
membuat kebijakan yang menekan produksi rokok. Namun, kebijakan ini dapat
berimbas pada nasib petani tembakau. Diperlukan alternatif diversifikasi produk
olahan tembakau agar pemanfaatan tanaman ini tidak bergantung pada industri
rokok. Tembakau menghasilkan senyawa solanesol yang banyak digunakan sebagai
senyawa prekursor dalam produksi koenzim Q10, senyawa yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat, suplemen, dan kosmetik. Salah satu
mikroba yang memproduksi koenzim Q10 dengan baik adalah Agrobacterium
tumefaciens. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh waktu fermentasi
yeast extract broth oleh A. tumefaciens dengan penambahan prekursor solanesol
sebesar 2,5 g L-1 yang diekstrak dari daun tembakau. Variasi waktu yang digunakan
adalah 12, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam. Ekstraksi dilakukan dengan metode heatreflux
dengan penggunaan n-heksana sebagai pelarutnya dan fermentasi dilakukan
menggunakan fermentasi terendam (submerged fermentation, SmF). Analisis
perolehan koenzim Q10 dilakukan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Hasil penelitian menunjukkan perolehan ekstrak kasar
solanesol berada pada rentang 0,76–1,97% (b/b). Berat kering sel yang dihasilkan
setelah fermentasi selama 12, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam berturut-turut sebesar
0,04; 0,22; 1,94; 2,91; 3,32; dan 3,40 g L-1. Peningkatan berat kering sel terbesar
berada pada waktu fermentasi 48 jam, mencapai 773%. Perolehan koenzim Q10
terbesar dihasilkan setelah fermentasi selama 48 jam, yaitu sebesar 13,96 mg L-1
dengan produktivitas sebesar 0,29 mg L-1h-1.