Catatan-Pasar-Seni-ITB-2006-Kenangan-yang-tak-Terulang.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Irwan Sofiyan
SETELAH sekian lama namanya tak terdengar, kini Pasar Seni ITB hadir lagi. Empat hari lalu, gelanggang kesenian dengan mekanisme ekonomi, berpadu dalam satu wadah dan satu momen. Selama satu hari, orang lalu-lalang di kampus ITB, hanya untuk menyaksikan atraksi kesenian dan membeli suvenir karya seniman ternama. Sebenarnya, penyelenggaraan telat dari jadwal yang ditentukan. Semestinya jadwal empat atau lima tahunan itu, ditepati pada 2004 atau 2005. Namun, seiiring persoalan politik dan retorika kebijakan kampus, acara tersebut mundur hingga ke tahun 2006. Momen ini memang ditunggu-tunggu. Setidaknya orang-orang yang pernah mengalami pasar seni tahun 2000, begitu yakin akan mendapatkan pengalaman berkesenian yang sama. Semula, panitia Pasar Seni ITB 2006, akan membagi acara dalam tiga zona. Di antara zona tersebut muncul 300 stan yang berisi aneka ragam produk seni rupa. Zona dan stan itu bersatu dalam sebuah kawasan bernama kampung tradisi. Zona pertama, disebut Corrugated Temple. Di sana terdapat punden berundak yang terbuat dari kertas kardus. Punden berisi relief yang menceritakan cita-cita Indonesia di masa depan. Zona berikutnya, adalah yang disebut Kubah Putih. Dan, zona terakhir disebut Alun-alun. Konon akan ada segala macam kegiatan yang berbau kesenian tradisional dan populer. Di antaranya, pertunjukan loncat batu Nias, demonstrasi tato Dayak, batik tulis, keramik putar miring, dan tempa keris....
Perpustakaan Digital ITB