Latihan fisioterapi diketahui dapat memicu pembentukan sinaps baru karena pada dasarnya manusia memiliki kemampuan plastisitas neuron, yang menjadi dasar dalam pemulihan Insan Pasca Stroke (IPS) yang mengalami kerusakan atau cedera saraf, seperti stroke. Pemulihan dengan fisioterapi, khususnya pada IPS fase subakut (2 minggu-6 bulan setelah kejadian stroke) yang umumnya dilakukan adalah berupa latihan gerakan repetitif sederhana. Latihan ini membutuhkan motivasi serta atensi tinggi dari IPS. Namun, kemajuan atau pemulihan IPS seringkali tidak dipantau secara kuantitatif dan setiap kali latihan dilakukan, sehingga hasil dari latihan kurang optimum. Salah satu metode yang potensial untuk memantau pemulihan tersebut adalah Quantitative Electroencephalography (QEEG). Sinyal bio-elektrik yang dapat diukur pada bagian otak via EEG, khususnya pada bagian yang terkait dengan kognisi dan motorik, dapat dimanfaatkan untuk menyediakan informasi kepada IPS dan fisioterapis tentang proses latihan gerakan yang sedang dilakukan. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan parameter gelombang otak yang berkaitan dengan tingkat kepulihan yang terjadi pada setiap insan pasca stroke yang menjalani fisioterapi dan enentukan parameter kuantitatif EEG yang paling tepat dipakai untuk evaluasi mingguan. Pada penelitian ini, sinyal EEG diukur dengan Natus Xltek EEG 32 kanal di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan melibatkan 3 orang IPS pria (masing-masing 28 tahun, 60 tahun, dan 72 tahun) yang masih berada pada fase subakut, mengalami hemiparesis, dan tidak mengalami aphasia. Masing-masing IPS diambil data gelombang otaknya segera setelah melakukan terapi selama satu jam. Untuk setiap IPS, pengukuran EEG dilakukan selama 10 menit dengan 2 menit di antaranya IPS diminta untuk melakukan gerakan plantarfleksidorsifleksi pada kaki yang terdampak serta 2 menit pada kaki yang tidak terdampak untuk setiap minggu dalam tiga minggu berturut-turut. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan analisis statistik parametrik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada IPS 1, daya delta di hemisfer yang terluka dan daya beta di hemisfer yang tidak terluka selalu menurun dari minggu ke minggu. Hal tersebut tidak terjadi pada IPS 2 dan IPS 3. Hal tersebut diduga Parameter daya delta dan simetri hemisfer cocok dipakai sebagai media parameter evaluasi fisioterapi mingguan. Bagian otak yang mengalami kerusakan membuat sinyal-sinyal yang frekuensinya rendah mengalami sinkronisasi atau penguatan. Ketika perbaikan terjadi, maka desinkronisasi gelombang delta menurun. Oleh karenanya, pemulihan dari IPS 1 dapat dianggap terjadi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa evaluasi fisioterapi pada insan pasca stroke atau gangguan motorik lain dapat dikembangkan dari model metode seperti pada penelitian ini.
Perpustakaan Digital ITB