Dalam rangka mendukung target Net Zero Emission Indonesia pada 2060, PT Barito Renewables Energy Tbk merencanakan ekspansi kapasitas panas bumi senilai USD 346 juta. Namun, Barito Renewables belum mempublikasi strategi pembiayaannya. Per akhir 2024, struktur modal perusahaan terdiri dari 74.11% utang, jauh di atas rata-rata industri panas bumi sebesar 50.16%, yang menimbulkan kekhawatiran atas risiko keuangan dan efisiensi biaya modal. Penelitian ini mengevaluasi apakah struktur modal tersebut optimal melalui simulasi berbagai skenario rasio utang dari 0% hingga 100%. Biaya utang diestimasi menggunakan synthetic rating spread Damodaran berdasarkan interest coverage ratio, sementara biaya ekuitas dihitung melalui Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan beta yang diperoleh dari regresi return saham BREN terhadap indeks JKSE. Hasil simulasi menunjukkan bahwa WACC minimum sebesar 10.02% dicapai pada struktur 77% utang, lebih rendah dari kondisi aktual sebesar 10.06%. Oleh karena itu, ekspansi direkomendasikan untuk dibiayai sepenuhnya dengan utang, yang akan mendorong struktur modal ke 76.93% utang tanpa perlu penerbitan ekuitas baru. Meskipun leverage Barito lebih tinggi dari rata-rata industri, kondisi keuangan yang kuat menjustifikasi struktur ini. Temuan ini menegaskan bahwa keputusan struktur modal harus spesifik terhadap kondisi internal perusahaan, bukan hanya berdasarkan tolak ukur industri.
Perpustakaan Digital ITB