digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

RINALDY JOSE NATHANAEL.pdf)u
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Pewarna sintetis masih menjadi pilihan bahan dalam proses pembuatan kain batik. Logam berat dalam pewarna sintetis yang digunakan, salah satunya timbal (Pb) dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan juga paparan pada pekerja pengrajin batik melalui paparan dermal dan inhalasi yang menimbulkan risiko kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan risiko kesehatan pekerja pengrajin batik akibat paparan kronis terhadap Pb di tempat kerja melalui rute dermal dan inhalasi menggunakan prinsip analisis risiko kesehatan serta menentukan hubungan paparan logam berat Pb terhadap proses biosintesis heme pada pekerja industri batik dengan pendekatan epidemiologi cross-sectional. Pengambilan sampel paparan dermal dilakukan menggunakan filter MCE yang ditempelkan pada bagian tubuh yang terbuka selama 4 jam. Pengambilan sampel paparan inhalasi dilakukan menggunakan filter MCE yang dipasang dalam alat personal sampler pump dengan debit sebesar 2.5 L/menit kemudian kandungan Pb pada filter dianalisis di laboratorium menggunakan XRF. Kandungan hemoglobin dalam darah pekerja dan kandungan ALA dalam urin pekerja digunakan sebagai biomarker paparan Pb akibat inhibisi biosintesis heme. Analisis sampel pengukuran paparan di laboratorium dan analisis paparan menunjukkan bahwa rata-rata paparan dermal pada pekerja pembatik adalah sebesar 6.53±3.2 ng/kg/hari dan rata-rata paparan inhalasi pada pekerja pembatik adalah sebesar 0.0215±0.0155 µg/m3. Analisis faktor dengan ANOVA menunjukkan bahwa kondisi ruang kerja berpengaruh secara signifikan pada paparan inhalasi terhadap Pb yang diterima pekerja (p = 0.018). Dengan karakterisasi risiko nonkarsinogenik, didapatkan nilai Hazard Index maksimal pekerja adalah sebesar 0.659 dan dengan karakterisasi risiko karsinogenik, didapatkan nilai Excess Cancer Risk maksimal pekerja adalah sebesar 1.066 × 10-6. Hasil kedua karakterisasi risiko menunjukkan tidak terdapat risiko nonkarsinogen parah/severe yang akan terjadi (HI<1) dan risiko kanker dapat diterima (ELCR<10-4). Hasil dari analisis korelasi menunjukkan bahwa intake dermal dan konsentrasi inhalasi timbal berkorelasi positif dengan konsentrasi ALA pada urin pekerja, meskipun tidak signifikan (rd = 0.239, pd = 0.102, ri = 0.015, pi = 0.47) sedangkan intake dermal dan konsentrasi inhalasi berkorelasi negatif dengan Hb meskipun tidak signifikan, pada responden laki-laki (rd = -0.018, pd = 0.476, ri = -0.054, pi = 0.427). Pada responden perempuan, ditemukan korelasi negatif signifikan antara paparan dermal dengan hemoglobin (r = -0.5, p = 0.024) namun paparan inhalasi berkorelasi negatif tidak signifikan (r = -0.046, p = 0.433). Korelasi negatif dan signifikan didapatkan untuk hubungan antara Hb dengan u-ALA, baik pada responden laki-laki dan perempuan (rL = -0.519, pL = 0.029, rP = -0.531, pP = 0.017). Hasil-hasil analisis korelasi tersebut menunjukkan bahwa Hb darah dan konsentrasi ALA urin dapat digunakan sebagai biomarker efek paparan timbal, meskipun tidak sensitif terhadap tingkat paparan timbal yang rendah. Upaya manajemen risiko disarankan bagi pengelola industri batik, dengan mempertimbangkan adanya asumsi yang digunakan, ketidakpastian dalam analisis risiko, dan efek dari toksikan lain yang berada di luar lingkup studi ini. Manajemen risiko meliputi mempertimbangkan bahan pewarna alami, meninjau kembali waktu kerja, penggunaan APD, memperbaiki gizi dan nutrisi, serta mempertimbangkan kondisi ruang kerja.