digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

TA 2021 Ira Heranita 1-Abstrak.pdf ]
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

Teknologi internet yang semakin berkembang banyak memberikan kemudahan dalam aktivitas jual beli sehingga menyebabkan perubahan perilaku berbelanja masyarakat. Perubahan perilaku ini juga semakin dipengaruhi oleh adanya pandemi COVID-19 yang membatasi kehidupan bersosial sehingga terjadi lonjakan jumlah pelaku belanja online. Terlepas dari dampak terhadap ekonomi yang baik, belanja online juga memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan diantaranya adalah timbulan sampah dari pembungkus yang mungkin tidak bisa didaur ulang seperti plastik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan jumlah timbulan dan komposisi sampah pembungkus plastik dari pembelian online, mengidentifikasi pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat, melihat pengaruh faktor sosial-ekonomi terhadap pengelolaan sampah plastik pembungkus paket serta melihat perbedaanya di masa sebelum dan saat pandemi COVID-19. Studi penelitian dilakukan di Kota Bandung dan dilakukan dengan survey online menggunakan kuesioner. Data hasil survey dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Hasil analisis menunjukkan rata-rata timbulan sampah plastik pembungkus dari pembelanjaan online di Kota Bandung yaitu 0,043 kg/orang/hari sebelum pandemi dan 0,055 kg/orang/hari saat pandemi. Uji korelasi Spearman Rho menunjukkan tingkat ekonomi dan pengetahuan terkait plastik memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan sampah pembungkus plastik. Sebelum pandemi tingkat ekonomi dengan pengelolaan memiliki nilai signifikansi 0,000 dan nilai korelasi 0,041 sedangkan saat pandemi yaitu 0,041 dan 0,093. Untuk hubungan anatara pengetahuan dan pengelolaan, sebelum pandemi nilai signifikansinya 0,006 dan nilai korelasi 0,124 sedangkan saat pandemi 0,000 dan 0,243. Uji komparasi Wilcoxon Matched-Pairs menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (sig. 0,000) dalam pengelolaan sampah plastik pembungkus dari pembelian online sebelum dan saat pandemi COVID-19. Dari data yang dihasilkan jumlah selisih yang paling banyak adalah selisih negatif artinya terjadi penurunan kualitas pengelolaan dari masa sebelum ke saat pandemi.