digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

TA 2020 Puti Rizqi Adani 1-Abstrak.pdf)u
PUBLIC Open In Flipbook Garnida Hikmah Kusumawardana

PP 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara mendefinisikan inventarisasi sebagai kegiatan untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan mutu udara. Kegiatan ini wajib dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan pada daerah penelitian. Penelitian dan studi mengenai inventarisasi telah banyak dilakukan namun belum bayak dikembangkan secara spasial dan spesifik untuk kota-kota di Indonesia. Dalam studi ini, inventarisasi dilakukan untuk wilayah Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Inventarisasi yang dilakukan berfokus dalam menghitung beban pencemar udara karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), dan Particulate Matter (PM10 dan PM2.5) dari 6 sektor yang berbeda. Sektor-sektor yang menjadi dasar penelitian adalah sektor transportasi, industri, pembangkit listrik, resdensial, pertanian, dan peternakan. Metodologi inventarisasi mengacu kepada Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara di Perkotaan (KLH, 2013). Dalam pedoman tersebut, tertulis bahwa dalam menentukan beban emisi suatu pencemar, diperlukan data aktivitas dan faktor emisi dari masing-masing sektor. Data aktivitas yang dimaksud disini adalah konsumsi bahan bakar, luas lahan pertanian, produktivitas tanaman, dan jumlah ternak per tahun. Data tersebut diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Pertamina, BPH Migas, dan PGN. Sedangkan faktor emisi yang dipakai dalam penelitian ini mengacu kepada Guidelines for Developing Emission Inventory in East Asia (Kementerian Lingkungan Jepang, 2011) dan EMEP/EEA Guidebook 2019. Hasil inventarisasi merupakan nilai beban emisi dari berbagai sektor di Kota dan Kabupaten Tangerang pada tahun 2015-2019. Beban emisi tahun 2017 yang didapat kemudian akan didistribusikan secara spasial dengan menerapkan metode Sistem Informasi Geografis (SIG) ke dalam grid dengan resolusi 2 km x 2 km dengan menggunakan software QGIS. Hasil distribusi spasial akan mempermudah identifikasi polutan pada wilayah tertentu dan meningkatkan akurasi data. Hasil perhitungan menunjukkan polutan terbanyak adalah CO, yang umumnya bersumber dari sektor transportasi.