Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab utama infeksi kulit dan
jaringan lunak di dunia. Prevalensi infeksi kulit karena S.aureus tinggi terutama
pada infeksi nosokomial. Pengobatan infeksi S.aureus semakin sulit karena
adanya galur yang resisten, dikenal Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak etanol rimpang temu
kunci memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus. Penelitian ini bertujuan
mengkaji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etanol rimpang temu kunci
secara in vitro terhadap bakteri S.aureus dan MRSA serta aktivitas antibakteri in
situ sediaan ekstrak terhadap infeksi kulit yang disebabkan S.aureus pada kelinci,
dan menentukan senyawa yang berperan sebagai antibakteri pada fraksi aktif,
serta menentukan lokasi kerja antibakteri fraksi aktif tersebut terhadap S.aureus.
Serbuk simplisia rimpang temu kunci diekstraksi dengan metode refluks
menggunakan etanol 96%, kemudian difraksinasi dengan cara ekstraksi cair-cair
menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Aktivitas antibakteri in vitro
ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air diuji dengan
metode mikrodilusi untuk menentukan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM)
dan konsentrasi bakterisid minimum (KBM) serta kesetaraan aktivitas antibakteri
terhadap antibiotik pembanding (tetrasiklin HCl) dengan difusi agar untuk bakteri
S.aureus dan MRSA. Bioautografi dilakukan terhadap fraksi paling aktif untuk
menentukan senyawa yang berperan sebagai antibakteri. Penentuan lokasi kerja
antibakteri fraksi aktif diamati dengan Scanning Electron Microscopy (SEM).
Pengujian aktivitas antibakteri in situ dilakukan dengan memberikan sediaan salep
dan krim ekstrak serta salep oksitetrasiklin pembanding pada kelinci yang telah
disuntikkan bakteri S.aureus. Parameter yang diamati meliputi diameter eritema,
ketebalan udem, dan diameter nanah. Uji iritasi primer dan okuler dilakukan
untuk menilai kemanan sediaan topikal. Hasil uji mikrodilusi menunjukkan nilai
KHM ekstrak etanol, fraksi n-heksana, dan fraksi etil asetat untuk S.aureus
berturut turut yaitu 64, 64, dan 512 µg/mL, sedangkan untuk MRSA 128, 128, dan
1024 µg/mL. Nilai KBM ekstrak etanol, fraksi n-heksana, dan fraksi etil asetat
untuk S.aureus berturut turut yaitu 256, 64, dan 1024 µg/mL, sedangkan untuk
MRSA 8192, 128, dan 1024 µg/mL. Hasil uji bioautografi fraksi n-heksana
menghasilkan dua bercak aktif antibakteri untuk S.aureus. Pengamatan dengan
SEM pada sel yang diberikan fraksi n-heksana menunjukkan perubahan morfologi
sel S.aureus menjadi tidak rata dan tidak teratur. Hasil uji antibakteri in situ
menunjukkan skor total salep oksitetrasiklin 3% lebih rendah dan berbeda
bermakna (p<0,05) terhadap kontrol positif pada hari ke-4 pengobatan, sedangkan
skor total krim ekstrak 3% lebih rendah dan berbeda bermakna (p<0,05) terhadap
kontrol positif pada hari ke-6, dan berbeda bermakna (p<0,05) terhadap salep
oksitetrasiklin 3% pada hari ke-23. Sediaan salep ekstrak 3% baru menunjukkan
perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap kontrol positif pada hari ke-25. Fraksi n
ii
heksana menunjukkan aktivitas antibakteri paling baik dibandingkan ekstrak
etanol, fraksi etil asetat, dan fraksi air terhadap S.aureus dan MRSA. Kesetaraan
aktivitas antibakteri fraksi n-heksana terhadap tetrasiklin HCl paling tinggi
terhadap bakteri MRSA (1 mg fraksi ~ 1,79 x 10
-2
mg tetrasiklin HCl). Terdapat
senyawa flavonoid selain panduratin A yang memiliki peran paling kuat sebagai
antibakteri pada fraksi n-heksana. Berdasarkan hasil SEM, lokasi kerja antibakteri
fraksi n-heksana diduga pada membran sel atau protein. Sediaan krim esktrak 3%
memberikan aktivitas antibakteri paling baik dibandingkan salep oksitetrasiklin
3% dan salep ekstrak 3% terhadap infeksi kulit karena S.aureus. Sediaan salep
dan krim esktrak 3% tidak mengiritasi kulit dan mata.