digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Latar belakang dan tujuan: Industri farmasi saat ini telah berkembang pesat baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu produk farmasi yang mulai berkembang pesat adalah produk multivitamin. Multivitamin merupakan gabungan dari dua atau lebih jenis vitamin yang umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didapat dari makanan. Banyaknya produk multivitamin yang beredar, mengakibatkan penggunaannya di kalangan masyarakat semakin bebas dan tingkat peresepan oleh dokter juga semakin banyak dijumpai untuk penanganan berbagai kasus penyakit. Pasien yang sering diberikan multivitamin adalah pasien dengan penyakit gangguan pernafasan termasuk penyakit ISPA atau penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan tingkat prevalensi di kota Bandung, ISPA merupakan penyakit terbanyak yang dijumpai pada tahun 2012 dengan persentase sebesar 14,24%. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pola peresepan multivitamin, pola penggunaan obat dan multivitamin oleh pasien, menentukan efektivitas penggunaan multivitamin dalam penanganan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) ditinjau dari penurunan tingkat keparahan dan durasi penyakit, menentukan hubungan modifikasi gaya hidup terhadap penurunan tingkat keparahan, serta menentukan pilihan terapi yang memberikan biaya paling rendah antara pasien yang diberikan multivitamin dan yang tidak. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan deskriptif evaluatif yang dilakukan secara retrospektif dan konkuren yang dilakukan pada Januari-Mei 2015 di klinik Bumi Medika Ganesha (BMG) ITB. Hasil: Pada studi pendahuluan, multivitamin digunakan pada penanganan penyakit ISPA dengan persentase sebesar 64% dengan merk multivitamin yang digunakan adalah merk A, B, C, D, E, F dengan durasi penggunaan multivitamin rata-rata selama 10 hari. Penelitian secara konkuren dilakukan dengan mewawancarai 77 pasien yang tidak mendapatkan multivitamin, 51 pasien (66%) diantaranya patuh menggunakan obat dan tidak menggunakan multivitamin di luar resep dokter. Wawancara pada 56 pasien yang mendapatkan multivitamin, didapatkan hanya 39 pasien (69,6%) yang menggunakan semua obat dan multivitamin dengan patuh dan benar. Evaluasi penggunaan multivitamin dilakukan dengan membagi subyek menjadi kelompok pembanding dengan jumlah pasien 51 orang dan kelompok uji dengan jumlah pasien sebanyak 39 orang. Penggunaan multivitamin pada kelompok pembanding dan uji menunjukkan penurunan tingkat keparahan dan durasi penyakit yang tidak signifikan. Belum dapat ditemukan hubungan yang signifikan antara modifikasi gaya hidup pasien dengan tingkat keparahan penyakit. Pilihan terapi yang direkomendasikan adalah terapi ISPA tanpa penggunaan multivitamin karena analisis biaya menggunakan CMA menunjukkan peningkatan biaya pada pasien yang menggunakan multivitamin walaupun peningkatan ini tidak berbeda signifikan. Kesimpulan: penggunaan multivitamin pada penanganan ISPA tidak dapat menurunkan tingkat keparahan dan durasi penyakit, tetapi dapat meningkatkan biaya pengeluaran walaupun dengan peningkatan yang tidak bermakna secara statistik.