digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Malaria adalah penyakit endemik berat yang mengancam lebih dari sepertiga populasi dunia dan membunuh sekitar 1.238.000 jiwa per tahun. Dalam beberapa dekade terakhir, Artemisia annua (L.), menjadi pusat perhatian karena tanaman tersebut menghasilkan seskuiterpenoid endoperoksida artemisinin, yang sekarang secara luas digunakan dalam pengobatan malaria. Saat ini metode utama untuk memperoleh artemisinin adalah melalui isolasi dari tanaman, namun produksi artemisinin secara alami pada tanaman relatif rendah (0,01–0,5%). Hal ini membuat kebutuhan obat artemisinin dalam terapi penyakit malaria yang dianjurkan World Health Organization sebagai ACTs (Artemisinin-based Combination Therapies) saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaannya. Penelitian yang mengungkapkan jalur biosintesis artemisinin dalam tanaman serta enzim-enzim yang terlibat di dalamnya telah banyak dilakukan. Mengingat rendahnya konsentrasi artemisinin yang diisolasi dari tanaman, kombinasi dari teknik rekayasa genetika untuk konstruksi suatu plasmid rekombinan yang mengandung gen pengkode enzim yang terlibat dalam biosintesis artemisinin, salah satunya adalah enzim aldehyde dehydrogenase 1 (ALDH1), dengan teknik kultur jaringan dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya peningkatan produksi artemisinin. Konstruksi plasmid rekombinan diawali dengan isolasi RNA dari tanaman A. annua dengan metode TRIzol yang meliputi 5 fase, fase homogenisasi, fase separasi, fase praesipitasi, pencucian dan pelarutan kembali RNA. RNA yang diperoleh dikonfirmasi dengan elektroforesis gel yang divisualisasi melalui UV transilluminator. Kemudian dilanjutkan dengan sintesis cDNA melalui mekanisme transkripsi balik menggunakan enzim reverse transcriptase yang dikonfirmasi dengan Polimerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer spesifik aktin yang menghasilkan produk PCR dengan ukuran 200 bp. cDNA yang terbentuk kemudian di PCR dengan metode touchdown PCR dengan menggunakan primer spesifik ALDH1 yang sudah terlebih dahulu dirancang berdasarkan urutan gen pengkode enzim ALDH1 sehingga menghasilkan produk PCR sebesar 1500 bp. Produk yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan menggunakan Geneaid® Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit yang meliputi proses penguraian gel, pengikatan DNA, pencucian, dan pengelusian DNA untuk kemudian dikonfirmasi kembali dengan elektroforesis gel. Fragmen DNA yang diperoleh kemudian diligasikan ke dalam plasmid pJET 1.2/blunt dengan menggunakan CloneJET™PCR Cloning Kit. Plasmid rekombinan langsung ditransformasi ke dalam E. coli DH5?kompeten dengan metode Heat shock dengan suhu inkubasi 42 o C. Setelah itu hasil transformasi (transforman) ditumbuhkan dalam media LB cair yang diinkubasi pada 37 o C dengan menggunakan shaker incubator terlebih dahulu, sebelum ditumbuhkan (dikultur) di media LB Padat selektif resisten ampicilin dengan suhu inkubasi 37 o C selama 16-18 jam. Plasmid rekombinan diisolasi dari kolomi yang tumbuh pada media selektif tersebut dengan menggunakan Geneaid® High-Speed Plasmid Mini Kit yang meliputi proses pemanenan transforman, resuspensi, lisis, netralisasi, pengikatan DNA dan elusi DNA. Hasil isolasi plasmid dikonfirmasi dengan menggunakan elektroforesis gel. Keberadaan gen sisipan dalam plasmid rekombinan dikonfirmasi melalui PCR menggunakan primer spesifik ALDH1 serta analisis restriksi menggunakan enzim restriksi NdeI. Hasil konfirmasi dengan PCR dan analisis restriksi menunjukkan gen telah berhasil disisipkan ke dalam plasmid. Sementara konfirmasi dengan pembacaan urutan nukleotida (sequencing) yang diperoleh belum berhasil mengkonfirmasi sisipan ALDH1 pada plasmid pJET 1.2/blunt.