Malaria adalah penyakit endemik berat yang mengancam lebih dari sepertiga populasi dunia dan
membunuh sekitar 1.238.000 jiwa per tahun. Dalam beberapa dekade terakhir, Artemisia annua (L.),
menjadi pusat perhatian karena tanaman tersebut menghasilkan seskuiterpenoid endoperoksida
artemisinin, yang sekarang secara luas digunakan dalam pengobatan malaria. Saat ini metode utama
untuk memperoleh artemisinin adalah melalui isolasi dari tanaman, namun produksi artemisinin secara
alami pada tanaman relatif rendah (0,01–0,5%). Hal ini membuat kebutuhan obat artemisinin dalam
terapi penyakit malaria yang dianjurkan World Health Organization sebagai ACTs (Artemisinin-based
Combination Therapies) saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaannya. Penelitian
yang mengungkapkan jalur biosintesis artemisinin dalam tanaman serta enzim-enzim yang terlibat di
dalamnya telah banyak dilakukan. Mengingat rendahnya konsentrasi artemisinin yang diisolasi dari
tanaman, kombinasi dari teknik rekayasa genetika untuk konstruksi suatu plasmid rekombinan yang
mengandung gen pengkode enzim yang terlibat dalam biosintesis artemisinin, salah satunya adalah
enzim aldehyde dehydrogenase 1 (ALDH1), dengan teknik kultur jaringan dapat menjadi salah satu
alternatif dalam upaya peningkatan produksi artemisinin. Konstruksi plasmid rekombinan diawali
dengan isolasi RNA dari tanaman A. annua dengan metode TRIzol yang meliputi 5 fase, fase
homogenisasi, fase separasi, fase praesipitasi, pencucian dan pelarutan kembali RNA. RNA yang
diperoleh dikonfirmasi dengan elektroforesis gel yang divisualisasi melalui UV transilluminator.
Kemudian dilanjutkan dengan sintesis cDNA melalui mekanisme transkripsi balik menggunakan
enzim reverse transcriptase yang dikonfirmasi dengan Polimerase Chain Reaction (PCR)
menggunakan primer spesifik aktin yang menghasilkan produk PCR dengan ukuran 200 bp. cDNA
yang terbentuk kemudian di PCR dengan metode touchdown PCR dengan menggunakan primer
spesifik ALDH1 yang sudah terlebih dahulu dirancang berdasarkan urutan gen pengkode enzim
ALDH1 sehingga menghasilkan produk PCR sebesar 1500 bp. Produk yang diperoleh kemudian
dimurnikan dengan menggunakan Geneaid® Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit yang meliputi
proses penguraian gel, pengikatan DNA, pencucian, dan pengelusian DNA untuk kemudian
dikonfirmasi kembali dengan elektroforesis gel. Fragmen DNA yang diperoleh kemudian diligasikan
ke dalam plasmid pJET 1.2/blunt dengan menggunakan CloneJET™PCR Cloning Kit. Plasmid
rekombinan langsung ditransformasi ke dalam E. coli DH5?kompeten dengan metode Heat shock
dengan suhu inkubasi 42
o
C. Setelah itu hasil transformasi (transforman) ditumbuhkan dalam media LB
cair yang diinkubasi pada 37
o
C dengan menggunakan shaker incubator terlebih dahulu, sebelum
ditumbuhkan (dikultur) di media LB Padat selektif resisten ampicilin dengan suhu inkubasi 37
o
C
selama 16-18 jam. Plasmid rekombinan diisolasi dari kolomi yang tumbuh pada media selektif
tersebut dengan menggunakan Geneaid® High-Speed Plasmid Mini Kit yang meliputi proses
pemanenan transforman, resuspensi, lisis, netralisasi, pengikatan DNA dan elusi DNA. Hasil isolasi
plasmid dikonfirmasi dengan menggunakan elektroforesis gel. Keberadaan gen sisipan dalam plasmid
rekombinan dikonfirmasi melalui PCR menggunakan primer spesifik ALDH1 serta analisis restriksi
menggunakan enzim restriksi NdeI. Hasil konfirmasi dengan PCR dan analisis restriksi menunjukkan
gen telah berhasil disisipkan ke dalam plasmid. Sementara konfirmasi dengan pembacaan urutan
nukleotida (sequencing) yang diperoleh belum berhasil mengkonfirmasi sisipan ALDH1 pada plasmid
pJET 1.2/blunt.
Perpustakaan Digital ITB