digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Mohamad Rangga Sururi
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

Pada saat ini, kesepakatan parameter Dissolved Organic Matter (DOM) yang dijadikan parameter pengganti Trihalomethans Forming Potential (THMFP) pada air baku belum ditemukan. Hal ini seiring dengan penelitian terkait DOM dan THMFP pada sungai tropis tercemar masih sangat terbatas. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik senyawa organik pada air baku tercemar yang mempengaruhi THMFP pada musim hujan dan kering. Secara spesifik, penelitian ini mengidentifikasi perbedaan pada air baku di musim hujan dan kemarau terkait: (i) karakteristik NOM serta hubungan antara Total Organic Matter (TOM) dan DOM, (ii) sumber dan komponen DOM pada air baku tercemar, (iii) pembentukan THMFP pada air baku. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan parameter pengganti untuk THMFP dalam air baku di setiap musim dan menyelidiki kemampuan instalasi pengolahan air minum konvensional (IPAM) dalam menghilangkan DOM dan THMFP pada kedua musim, dan penelitian seperti ini adalah yang pertama di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada intake Bantar Awi yang menggunakan air baku dari Sungai tercemar (Cikapundung). Sebanyak ±600 L/detik air baku dari Sungai Cikapundung diolah pada IPAM Dago Pakar milik PDAM Kota Bandung. Sampel diambil secara grab di musim hujan dan kemarau. Pada penelitian air baku, sampel diambil dari outlet intake, dan khusus untuk penelitian di IPAM, sampel diambil pada tiga titik: outlet intake, outlet unit pengolahan sekunder (koagulasi - flokulasi-sedimentasi), dan outlet unit filtrasi. Parameter DOM yang diukur terdiri dari COD, DOC, Chromophoric DOM (CDOM) yang diukur pada ? 245nm (UV245), 355nm (UV355) dan rasio 300nm terhadap 400nm (UV3/4). SUVA juga diukur pada penelitian ini. Pengukuran Fluorescence DOM (FDOM) dilakukan dengan spektro fluoresensi pada eksitasi 250-600nm, dengan peningkatan interval 5nm. Emisi diukur pada panjang gelombang 220-600nm dengan peningkatan interval setiap 1nm. Sumber DOM ditentukan dengan pengukuran Biological Index (BIX) dan Fluorescence Index (FI). Komposisi dan kuantitas DOM ditentukan oleh PARAFAC. Analisis korelasi juga dilakukan untuk setiap pasangan parameter DOM dan THMFP untuk mendapatkan parameter pengganti untuk THMFP. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik NOM pada air baku tercemar pada musim hujan berbeda dengan musim kemarau. Kuantitas tertinggi dari seluruh parameter organik terjadi pada musim kemarau panjang, karena pencemar organik terus menerus memasuki perairan tanpa adanya pengenceran dari air hujan. Pada musim ini ditemukan hubungan yang baik antara TOM dan DOM (R>0,7), sehingga kuantitas DOM dapat diperkirakan melalui pengukuran TOM. DOM pada musim kemarau memiliki bagian hidrofobik dan aromatik yang sangat tinggi dengan nilai SUVA >5L/mg/m, namun seluruh parameter DOM yang diukur (CDOM, DOC, COD, SUVA) tidak berhubungan secara signifikan dengan THMFP. Parameter DOM di musim hujan memiliki komposisi yang seimbang antara senyawa aromatik dan non-aromatik (SUVA antara 2-4 L/mg/m), dan ditemukan hubungan yang signifikan antara UV355 dan TTHMFP, UV355 dan CHCl3FP, dan SUVA dan CHBrCl2FP. Hasil penelitian ini menunjukkan prospek parameter CDOM untuk menjadi parameter pengganti THMFP pada air baku yang tercemar di musim hujan. Rasio FI dan BIX yang diperoleh menunjukkan DOM pada air Sungai Cikapundung dipengaruhi oleh aktifitas antropogenik di sepanjang musim. Rasio kedua parameter FDOM tersebut pada musim kemarau (rata-rata FI =0,89, dan BIX=0,89) lebih tinggi dibandingkan musim hujan (rata-rata FI=1,76, dan BIX=0,64), sejalan dengan pola kuantitas parameter DOM lainnya pada kedua musim tersebut. Nilai kedua rasio ini mengindikasikan kandungan asam fulvat dan protein dari aktifitas manusia lebih tinggi di musim kemarau dibandingkan musim hujan. Hasil ini dikonfirmasi oleh hasil analisis PARAFAC yang menunjukkan bahwa senyawa C1 (belum diketahui) dan C3 (protein) teridentifikasi lebih tinggi di musim kemarau, sementara senyawa C2 (humus) lebih dominan pada musim hujan. Keberadaan senyawa C3 (protein) memperkuat bahwa air baku telah tercemar. Protein yang teridentifikasi adalah triptofan yang tergolong protein aromatik dan prekursor THM, dan ditemukan adanya hubungan antara protein (C3) dengan THMFP walau tidak sebaik hubungan UV355 dan THMFP di musim hujan. Nilai SUVA yang tinggi di musim kemarau ternyata dipengaruhi oleh tingginya organik aromatik protein (triptofan) pada musim kemarau dan menyebabkan tidak ditemukan hubungan yang kuat antara CDOM dan THMFP. Studi ini menunjukkan pengolahan konvensional tidak mampu menyisihkan DOM secara maksimal pada musim hujan maupun musim kemarau. Namun kinerja IPAM lebih baik di musim hujan ketika sampel air didominasi oleh komponen humus. UV355 bisa menjadi parameter pengganti yang prospektif untuk memantau THMFP dalam air baku dari sungai tropis yang tercemar selama kedua musim jika komposisi humus lebih besar dari protein. Pada unit pengolahan sekunder kandungan protein selama musim kemarau meningkat dan melebihi senyawa humus, dan ditemukan hubungan yang tidak signifikan antara parameter DOM dan dan CHCl3FP.