digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2019 TA SAFRIDA ZUHAIRA 1-ABSTAK.pdf?
PUBLIC Open In Flipbook Garnida Hikmah Kusumawardana

Pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM) semakin pesat sehingga membutuhkan pengawasan dari pemerintah. Hal ini dilakukan agar industri-industri tersebut dapat mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup serta mendorong industri tersebut menjadi industri yang ramah lingkungan melalui sistem produksi bersih. Industri batik merupakan salah satu IKM yang menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat Indonesia, salah satunya di Cirebon. Tetapi perkembangan industri batik di Cirebon belum disertai dengan sistem produksi bersih. Dapat diketahui dari tidak adanya pengelolaan limbah dari proses pembuatan batik. Salah satunya di Industri Batik X, dari hasil pengamatan terdapat proses yang menghasilkan limbah udara. Limbah udara tersebut diidentifikasi mengandung partikulat dan gas hidrokarbon seperti BTEX yang dapat mengganggu produktivitas dan kesehatan para pekerja. Kandungan PM2,5 di ruang pembuatan malam, ruang pelorodan, ruang pembatikan dan pengecapan, serta ruang pewarnaan masing-masing adalah 9,43 ?g/m3, 3,83 ?g/m3, 109,14 ?g/m3 dan 3,53 ?g/m3. Selain itu di ruang pembuatan malam mengandung 0,915 mg/m3 toluen, 0,185 mg/m3 etilbenzen, dan 0,259 mg/m3 xilen. Di ruang pelorodan mengandung 0,128 mg/m3 xilen, sedangkan di ruang penjemuran (indoor) mengandung 0,288 mg/m3 toluen dan 0,123 mg/m3 xilen. Dari keberadaan PM2,5 tersebut, dianalisis kandungan logam berat yang terdapat pada partikulat. Konsentrasi gas hidrokarbon dan logam berat dalam bentuk partikulat jauh di bawah nilai ambang batas yang ditentukan sedangkan konsentrasi PM2,5 di ruang pembatikan dan pengecapan melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 25 ?g/m3. Oleh karena itu, dilakukan penentuan solusi alternatif berdasarkan enam pendekatan produksi bersih dan solusi alternatif yang terpilih adalah pembuatan sistem pembuangan lokal di Industri Batik X