Di era modern seperti sekarang, perlakuan terhadap identitas sebuah tempat
perlahan telah berkurang secara gradasi sehingga menutupi keaslian tersebut.
Kondisi tersebut oleh Edwards Relph disebut sebagai placelessness. Sudah menjadi
hal yang biasa di Indonesia menghilangkan keaslian tersebut untuk menerima
standar umum yang terlalu dikendalikan oleh hal-hal efisiensi seperti yang telah
dinyatakan oleh pihak Dirjen Perhubungan Udara. Permasalahannya adalah ketika
setiap daerah memiliki ciri khas yang berpotensi sebagai destinasi wisata,
interpretasi perancang masa kini selalu menampilkan sebuah terminal penumpang
bandara yang meleburkan bentuk-bentuk modern dengan vernakular.
Pencapaian dari rancangan bandara yang akan distudi ini adalah penumpang
yang datang akan menerima kesan awal dari tempat wisata yang akan dikunjungi
serta akan mengingat pesan yang tersampaikan dari budaya setempat bagi
penumpang yang akan berangkat. Oleh karena itu, ekspresi bangunan melalui
elemen arsitektur lokal akan memberikan persepsi tersendiri bagi manusia yang
melihat dan merasakannya. Gagasan dasarnya adalah memberikan karakter
Indonesia dengan rasa lokal Alor. Metode yang akan digunakan untuk
menghasilkan perancangan Terminal Penumpang Bandara Alor adalah dengan
pendekatan lokalitas. Metode ini dipilih sebagai jalan untuk mendapatkan karakter
lokal yang sesuai dengan prinsip eco-airport serta berkaitan dengan kearifan lokal
setempat.
Gabungan Arsitektur Neo-Vernacularism dengan Arsitektur Kontemporer
menjadi dasar dari pengembangan konsep perancangan Bandara Mali Alor dengan
menyatukan bangunan beserta manusianya kepada alam serta memanfaatkan unsur
lokalitas tanpa melepas citra modern. Pada prinsipnya, hasil rancangan akan
mengikuti proporsi rumah tradisional Alor dan secara keseluruhan bangunan akan
mengikuti suasana desa tradisional Alor. Pemakaian material dengan citra lokal
setempat akan membantu mengangkat unsur lokalitas pada bangunan bandara
seperti alang-alang sintetis pada atap, secondary skin dengan material alam seperti
anyaman bambu atau papan kayu komposit, material batu asli dari bukit tersebut
untuk pemanfaatan lansekap baik estetika maupun fungsional.