digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2017_DR_PP_LIDA_AMALIA_1-COVER.pdf
Terbatas agus slamet
» ITB

Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menghasilkan limbah berbahaya, karena mengandung logam berat Kromium (Cr). Limbah ini pada umumnya dibuang langsung ke sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu, sehingga menjadi pencemar air dan tanah di sekitarnya. Berdasarkan literatur diketahui bahwa dalam tumbuhan, Cr dapat menyebabkan terjadinya kerusakan DNA, protein, pigmen-pigmen fotosintetik, ultrastruktur kloroplas dan membran sel, sehingga dapat menghambat perkecambahan, menghambat proses fotosintesis, proses respirasi, menghambat pembelahan sel dan akhirnya menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil panen. Oleh karena itu tumbuhan yang hidup di tanah tercemar Cr harus mempunyai mekanisme toleransi agar dapat tetap hidup dan produktif. Salah satu jenis tumbuhan yang ditanam penduduk di tanah tercemar Cr (daerah Sukaregang Garut, sentra industri penyamakan kulit) adalah pisang kultivar Ambon Lumut (Musa acuminata Colla) dan pisang kultivar Nangka (M. paradisiaca L.), sehingga dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi: 1) Respon ekofisiologis pinak pisang terhadap cekaman Cr dengan menganalisis parameter pertumbuhan dan kandungan klorofilnya, 2) Kemampuan pinak pisang mengakumulasi Cr dengan menganalisis kandungan Cr dalam jaringan tanaman, 3) Pertahanan antioksidatif pinak pisang terhadap cekaman Cr dengan menganalisis kandungan prolin, aktivitas enzim antioksidan (katalase = CAT dan askorbat peroksidase = APX) serta ekspresi gen CAT dan gen APX. Pengamatan awal dilakukan di sekitar IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) Sukaregang Garut dengan mengukur kandungan Cr pada tanah dan tanaman pisang yang tumbuh di tanah ini. Pengujian selanjutnya dilakukan secara in-vitro pada pinak pisang kultivar Ambon Lumut dan kultivar Nangka yang berasal dari tanah tercemar Cr (Putative Toleran = PT) dan dari tanah tidak tercemar (Non Putative Toleran = NPT) yang diberi perlakuan Cr masing-masing 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm dan 400 ppm. Hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa tanah di sekitar IPAL Sukaregang mengandung Cr 344 ppm, sedangkan akumulasi Cr tertinggi terdapat pada akar pisang Ambon Lumut dan pisang Nangka. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa laju pertumbuhan relatif, tinggi pinak dan jumlah daun pinak pisang semakin berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi Cr pada medium. Laju pertumbuhan relatif ii tertinggi ditunjukkan oleh pinak pisang Ambon Lumut PT (pada perlakuan Cr 50 ppm), sedangkan tinggi pinak tertinggi dan jumlah daun terbanyak pada pinak pisang Nangka PT (pada perlakuan 50 ppm). Indeks Toleransi tertinggi terdapat pada pinak pisang Ambon Lumut PT (pada perlakuan 100 ppm). Kandungan klorofil tertinggi terdapat pada pinak pisang Nangka PT (pada perlakuan 50 ppm). Kandungan Cr pada pinak pisang semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi Cr pada medium. Kandungan Cr terbesar di akar dan di pucuk terdapat pada pinak pisang Nangka PT (pada perlakuan 400 ppm). Indeks Transportasi tertinggi terdapat pada pinak pisang Ambon Lumut PT (pada perlakuan 50 ppm). Faktor Biokonsentrasi tertinggi pada pinak pisang Nangka PT (pada konsentrasi 400 ppm). Kandungan prolin pada akar dan pucuk menunjukkan tidak ada perbedaan, baik di antara kultivar maupun di antara konsentrasi yang berbeda, tetapi yang tertinggi terdapat pada daun pinak pisang Nangka PT (pada perlakuan 400 ppm). Aktivitas enzim katalase (CAT) dan askorbat peroksidase (APX) pada semua kultivar menunjukkan ada perbedaan, sedangkan di antara konsentrasi Cr yang berbeda, tidak ada perbedaan. Aktivitas enzim CAT tertinggi di akar terdapat pada pinak pisang Nangka PT (pada perlakuan 200 ppm), sedangkan di pucuk aktivitas enzim CAT tertinggi terdapat pada pinak pisang Ambon Lumut NPT (pada perlakuan 50 ppm). Aktivitas enzim APX tertinggi di akar terdapat pada pinak pisang Nangka NPT (pada perlakuan 400 ppm), sedangkan di pucuk aktivitas enzim APX tertinggi terdapat pada pinak pisang Nangka PT (pada perlakuan 50 ppm). Pada pinak pisang kultivar PT, level ekspresi gen CAT dan gen APX lebih tinggi dibanding kontrol. Pada tanaman pisang NPT, level ekspresi gen CAT dan gen APX lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pisang PT. Berdasarkan pengamatan awal dapat diketahui bahwa tanah sekitar IPAL Sukaregang Kab. Garut termasuk tanah tercemar Cr dan tanaman pisang di sekitar IPAL mengakumulasi Cr, terutama di bagian akar. Berdasarkan penelitian selanjutnya dapat disimpulkan: (1) Respon ekofisiologis pinak pisang (Musa spp.) terhadap cekaman Cr ditunjukkan dengan laju pertumbuhan relatif, tinggi tanaman, jumlah daun dan kandungan klorofil yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi Cr pada medium tanam; Respon ekofisiologis pinak pisang kultivar PT terhadap cekaman Cr ditunjukkan dengan laju pertumbuhan relatif, tinggi tanaman, jumlah daun dan kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding pinak pisang NPT, (2) Pinak pisang Ambon Lumut dan pisang Nangka mengakumulasi Cr dengan jumlah yang tinggi, (3) Pertahanan antioksidatif pinak pisang (Musa spp.) terhadap cekaman Cr ditunjukkan dengan kandungan prolin pada daun, aktivitas enzim CAT dan APX serta ekspresi gen CAT dan gen APX yang cenderung semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi Cr pada medium tanam; Pertahanan antioksidatif pinak pisang kultivar PT terhadap cekaman Cr ditunjukkan dengan kandungan prolin dan level ekspresi gen CAT dan APX yang cenderung lebih tinggi, sedangkan aktivitas enzim CAT pada pucuk dan APX pada akar yang lebih rendah dibanding pinak pisang NPT.