digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Konsep resiliensi telah digunakan sebagai pendekatan untuk memahami sistem sosial-ekologi. Dalam keberjalanannya konsep ini diadaptasi ke dalam ilmu kebencanaan sebagai community resilience. Studi-studi mengenai tingkat resiliensi komunitas terhadap bencana tsunami telah dilakukan. Salah satunya adalah studi mengenai resiliensi bencana tsunami Pangandaran tahun 2006 yang menunjukan pemulihan paska bencana di wilayah ini masih rendah. Kondisi sebaliknya terjadi pada kasus tsunami Tohoku tahun 2011. Masyarakat pesisir Minamisanriku menunjukan ketahanan sosial-ekonomi yang baik, sehingga dapat mempercepat proses pemulihan paska bencana. Studi ini membandingkan seberapa besar gap antara tingkat resiliensi sosial-ekonomi di Kecamatan Pangandaran dan Minamisanriku-cho terhadap bencana tsunami sehingga dapat dijadikan pembelajaran untuk meningkatkan kapasitas masyarakat guna mengurangi resiko bencana di masa depan. Studi ini mengadopsi framework dari US-IOTWSP yang telah dikembangkan lebih dalam dan hanya difokuskan pada aspek sosial-ekonomi. Dari studi ini diketahui bahwa perbedaan dari kedua kasus tersebut secara keseluruhan adalah tujuan dari proses pembangunan kembali atau pemulihan. Proses pemulihan di Kecamatan Pangandaran bertujuan untuk menjadikan proses pemulihan dapat berjalan secepat mungkin sehingga dapat kembali normal lebih cepat. Sedangkan, di Minamisanriku proses pemulihan bertujuan untuk menjadikan kota yang lebih baik. Untuk menjadikan kota menjadi lebih baik butuh perencanaan yang matang dan waktu yang tidak sebentar serta usaha yang lebih keras.