digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Theo Alvin Ryanto
PUBLIC Open In Flipbook Rita Nurainni, S.I.Pus

Gempa bumi Cianjur pada tahun 2022 dengan magnitudo Mw 5,6 yang terjadi di Jawa Barat, Indonesia, menimbulkan guncangan kuat (MMI V–VI) dan mengakibatkan korban jiwa yang cukup besar. Untuk memahami kondisi bawah permukaan yang terkait dengan kejadian ini, studi tomografi atenuasi seismik dilakukan dengan memanfaatkan data dari jaringan seismograf lokal temporer. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik lapisan seismogenik yang berperan dalam proses terjadinya gempa bumi utama dan aktivitas susulannya. Data gelombang seismik dari kejadian gempa susulan dianalisis menggunakan pendekatan spectral matching dengan metode Gridsearch, Metropolis, dan gabungan untuk menghitung waktu atenuasi ????? ???? dan ????? ????. Selanjutnya, model tiga dimensi koefisien kualitas gelombang P (????????) dan gelombang S (????????) dimodelkan menggunakan perangkat lunak simul2023. Resolusi dari model diperiksa melalui uji checkerboard, Derivative Weight Sum (DWS), dan Diagonal Resolution Elements (DRE). Hasil tomografi menunjukkan adanya zona Q rendah yang dominan di atas pusat gempa utama dan berdekatan dengan Gunung Gede Pangrango. Zona ini mengindikasikan keberadaan batuan yang cenderung lunak, atau memiliki zona rekahan berfluida dan temperatur tinggi. Temuan ini dapat menjelaskan sulitnya ditemukan rekahan permukaan akibat gempa utama. Rekahan permukaan yang jelas tentu akan sulit diamati di lapisan lunak beratenuasi tinggi di dekat permukaan ini. Sebaliknya, zona Q tinggi ditemukan pada kedalaman lebih dari 6 km, yang mencerminkan batuan yang lebih padat dan kaku dan diinterpretasikan sebagai zona seismogenik. Batas transisi antara zona Q rendah dan Q tinggi ini menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan sebaran aktivitas gempa susulan. Sedangkan gempa utama sendiri terjadi di dalam zona Q tinggi, di sekitar wilayah peralihan antara zona kuat dan lemah. Hal ini dikarenakan di kondisi inilah batuan mampu menahan beban gaya, tetapi cenderung tidak sekuat bagian lainnya sehingga terjadilah gempa di area ini. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa model atenuasi seismik dapat memberikan informasi penunjang yang melengkapi model kecepatan seismik karena sensitivita