digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Sonny Indra Pradana
PUBLIC Open In Flipbook Ridha Pratama Rusli

ekonomi nasional yang berkelanjutan. Akses terhadap energi listrik yang andal dan merata menjadi kunci utama dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat dan daya saing industri. Di Indonesia, tantangan terbesar dalam sektor kelistrikan adalah kesenjangan distribusi energi, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau menuntut pendekatan desentralisasi energi yang efisien dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, pemanfaatan limbah padat domestik (sampah) sebagai sumber energi alternatif menjadi opsi yang sangat potensial. Sebagai bentuk kontribusi terhadap agenda Net Zero Emissions 2060 dan implementasi Perjanjian Paris, teknologi pengolahan sampah berbasis termal seperti insinerator dapat dikembangkan tidak hanya sebagai solusi lingkungan, tetapi juga sebagai pembangkit listrik berbasis limbah. Salah satu pendekatan yang relevan adalah penggunaan sistem pembangkitan dengan Organic Rankine Cycle (ORC), yaitu sistem termodinamika yang memungkinkan konversi panas bersuhu rendah hingga menengah menjadi energi mekanik dan selanjutnya energi listrik. Sistem ini sangat cocok diaplikasikan pada kondisi gas buang hasil pembakaran sampah yang suhunya tidak stabil namun cukup tinggi. Penelitian ini mengkaji secara mendalam potensi pembangkitan listrik dari sistem insinerator MASARO di Desa Babakan, Kabupaten Cirebon. Insinerator ini merupakan sistem pengolahan sampah skala kecil yang mampu mengelola hingga 10 ton sampah per hari. Dari proses pembakaran tersebut, dihasilkan gas buang dengan suhu berkisar antara 800°C hingga 1200°C. Melalui pendekatan simulasi menggunakan perangkat lunak Aspen HYSYS versi 14, dilakukan pemodelan sistem ORC dengan fluida kerja toluena. Pemilihan toluena didasarkan pada karakteristik termofisika yang sesuai untuk temperatur sumber panas menengah, memiliki titik didih yang stabil, dan bersifat non-korosif serta ramah lingkungan. Dalam simulasi ini, dilakukan variasi tekanan operasi fluida kerja dari 5 bar hingga 40 bar serta laju massa toluena antara 50 hingga 150 kg/jam. Selain itu, asumsi penyerapan panas dari flue gas dibatasi secara konservatif hanya 10,5% dari total potensi kalor teoretis (sekitar 312,85 kW) untuk merepresentasikan skenario pemulihan panas parsial yang umum pada sistem skala kecil. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem ORC mampu menghasilkan listrik antara 30 hingga 70 kWh per hari, tergantung pada kombinasi parameter operasi. Efisiensi termal sistem juga dapat mencapai ±27%, yang termasuk tinggi untuk sistem ORC bersumber panas dari limbah padat. Studi ini tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga menganalisis dampak lingkungan dan potensi ekonomi dari penerapan sistem ini. Secara lingkungan, apabila sistem ini diterapkan secara penuh, maka akan terjadi pengurangan emisi sekitar 18,36 ton CO? per tahun dari sisi substitusi penggunaan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Lebih jauh, dari sisi pengelolaan sampah itu sendiri, potensi pengurangan emisi dapat mencapai 180–360 ton CO?e per tahun, berdasarkan perhitungan emisi metana dan karbon dioksida dari sampah yang tidak terkelola secara termal. Analisis keekonomian menunjukkan bahwa dengan skema investasi yang tepat dan dukungan regulasi, sistem ini dapat mencapai kelayakan finansial jangka menengah. Komponen investasi utama berasal dari kebutuhan heat exchanger tahan korosi, turbin ORC, serta kontrol proses. Sistem ini akan lebih visible jika diintegrasikan dengan kebijakan energi terbarukan dan penetapan tarif listrik yang mendukung produksi lokal berbasis limbah. Penelitian ini menegaskan bahwa sistem ORC berbasis insinerator skala kecil seperti MASARO tidak hanya mampu mengubah sampah menjadi energi listrik secara berkelanjutan, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon nasional serta mendukung elektrifikasi wilayah terpencil di Indonesia.