digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Influenza A (H1N1) merupakan virus RNA dengan tingkat mutasi tinggi dan dapat menyebabkan resistensi terhadap kemoterapi standar seperti oseltamivir. Salah satu mutasi penting adalah H275Y dan I223V pada enzim neuraminidase. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi senyawa polifenol dari daun teh (Camellia sinensis) sebagai kandidat alternatif inhibitor neuraminidase H1N1 termutasi H275Y-I223V melalui pendekatan in silico. Tujuh senyawa yang diuji yaitu epigalokatekin galat (EGCG), epikatekin galat, epikatekin, epigalokatekin, teaflavin, isokuercetin , dan asam klorogenat. Pendekatan in silico mencakup simulasi penambatan dengan perangkat lunak AutoDockTools 4.2, simulasi dinamika molekul dengan perangkat lunak AMBER20, perhitungan energi bebas pengikatan dengan metode MM/PBSA, dan prediksi farmakokinetik serta toksisitas menggunakan SWISSADME dan ADMET Predictor®. Hasil penambatan molekul menunjukkan bahwa EGCG dan asam klorogenat memiliki pola interaksi paling menyerupai inhibitor referensi. Sebaliknya, isokuersetin dan epikatekin galat menunjukkan interaksi tidak menguntungkan (unfavorable donor–donor) akibat tingginya fleksibilitas molekul. Simulasi dinamika molekul selama 200 ns mengidentifikasi epigalokatekin (-18,78 kkal/mol) dan epikatekin (-15,50 kkal/mol) sebagai dua senyawa dengan kompleks paling stabil dan paling berpotensi, mendekati afinitas oseltamivir (-18,94 kkal/mol). Berdasarkan struktur hasil clustering, kedua senyawa berinteraksi dengan residu katalitik pada situs aktif. Epikatekin membentuk ikatan hidrogen dengan R152 serta interaksi ?–alkil/alkil dengan R225, dan van der Waals dengan E277 dan R293. Epigalokatekin menunjukkan pola interaksi serupa melalui gaya van der Waals dan ?–alkil/alkil, tanpa membentuk ikatan hidrogen. Keduanya tidak berinteraksi langsung dengan R118, D151, R368, dan Y402, tetapi tetap stabil di situs aktif berkat dukungan residu katalitik lain. Sebaliknya, teaflavin dan asam klorogenat tidak stabil dan keluar dari kantung aktif. Prediksi in silico menunjukkan EGCG memiliki profil toksisitas terbaik, sedangkan isokuersetin paling toksik. Sebagai pembanding, digunakan inhibitor neuraminidase komersial yaitu oseltamivir, zanamivir, dan peramivir. Berdasarkan hasil perhitungan MM/PBSA serta analisis jenis dan jumlah interaksi residu, zanamivir dan peramivir menunjukkan afinitas pengikatan yang lebih baik dibandingkan oseltamivir, dengan keterlibatan residu aktif yang lebih luas serta dominasi interaksi elektrostatis dan hidrogen. Epigalokatekin dan epikatekin menempati posisi afinitas di bawah ketiga inhibitor komersial tersebut, tetapi tetap menonjol di antara senyawa uji lainnya karena stabilitas kompleks yang baik dan profil toksikologi yang lebih aman. Hal ini menunjukkan potensi keduanya sebagai alternatif alami yang menjanjikan. Secara keseluruhan, epigalokatekin dan epikatekin berpotensi kuat sebagai kandidat inhibitor alternatif terhadap neuraminidase H1N1 termutasi H275Y-I223V, ditunjukkan oleh afinitas pengikatan yang baik, interaksi stabil selama simulasi, serta profil farmakokinetik dan toksikologi yang mendukung.