digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana rekayasa ulang proses bisnis (Business Process Reengineering/BPR) yang didukung oleh implementasi sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan koordinasi dalam proses rantai pasok internal di sebuah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan struktur multi unit di Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah tantangan operasional yang dihadapi oleh UKM yang mengalami pertumbuhan pesat namun terhambat oleh fragmentasi proses, komunikasi informal, serta keterbatasan visibilitas data antar unit bisnis. Studi kasus dilakukan pada PT Alpha, sebuah perusahaan makanan ringan dengan lima unit bisnis internal. Permasalahan utama yang diidentifikasi mencakup tidak adanya sistem pelacakan yang terintegrasi, permintaan bahan baku yang terfragmentasi, dan perbedaan alur kerja antar unit. Dampak dari kondisi ini adalah rendahnya efisiensi operasional, keterlambatan produksi, dan tingginya selisih inventori. Penelitian ini menjawab tiga pertanyaan utama: (1) bagaimana struktur dan pola inefisiensi dalam proses inbound supply chain PT Alpha pada kondisi as-is; (2) bagaimana desain ulang proses berbasis ERP dapat mengatasi fragmentasi dan memperkuat integrasi proses; serta (3) sejauh mana proses baru berpotensi meningkatkan kinerja operasional. Untuk menjawabnya, digunakan pendekatan studi kasus kualitatif dengan strategi triangulasi data. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara semi-terstruktur dengan empat pemangku kepentingan: Chief Operating Officer, Manajer Produksi, Manajer Inventori PT Alpha, dan Chief Executive Officer konsultan ERP dari PT Beta. Temuan kualitatif kemudian divalidasi melalui pemodelan dan simulasi proses bisnis menggunakan Bizagi Modeler, dengan skenario as-is dan to-be yang disimulasikan selama 60 hari dalam 10 replikasi. Temuan menunjukkan bahwa proses as-is mengandung empat isu utama: (1) fragmentasi permintaan bahan baku di mana setiap anak perusahaan beroperasi secara independen dan menyebabkan hilangnya daya tawar, (2) isu distribusi dan produksi yang ditandai oleh penjadwalan reaktif tanpa perencanaan terpusat, (3) ketiadaan sistem pelacakan (tracking) terintegrasi yang menyebabkan kasus "lot hilang" dan kesulitan monitoring, serta (4) rendahnya akurasi dan kualitas data yang menghambat pengambilan keputusan. Simulasi kondisi awal menunjukkan waktu siklus rata-rata 3 hari 5 jam dan throughput 980 lot dari 1.029. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan desain ulang proses secara menyeluruh. Fungsi produksi dan pengadaan disentralisasi ke dalam PT Factory, dan anak perusahaan lainnya berperan sebagai unit distribusi. Proses yang sebelumnya manual digantikan oleh alur digital yang terintegrasi melalui sistem ERP Odoo. Hasil simulasi menunjukkan peningkatan kinerja pada skenario to-be: waktu siklus menurun menjadi 2 hari 17 jam (peningkatan efisiensi sebesar 15,94%) dan throughput meningkat menjadi 991 lot (+1,12%). Selain itu, waktu persetujuan administratif diproyeksikan 75% lebih cepat, dan selisih inventori diperkirakan menurun dari 15% menjadi di bawah 5%. Secara teoritis, penelitian ini memperkaya literatur mengenai ERP di UKM multi unit, yang masih relatif jarang dikaji. Secara praktis, studi ini menegaskan pentingnya pendekatan manajerial yang holistik, yang mencakup analisis kelayakan yang objektif terhadap alternatif lain, manajemen risiko yang proaktif, serta strategi manajemen perubahan yang terstruktur di samping analisis proses yang mendalam. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa rekayasa ulang proses bisnis jika dikombinasikan dengan implementasi ERP yang tepat, dapat menjadi fondasi strategis untuk membangun sistem operasi yang lebih efisien, terintegrasi, dan skalabel di UKM multi unit.