digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_INDA ASTRI UTAMI
PUBLIC Open In Flipbook Lili Sawaludin Mulyadi

ABSTRAK_INDA ASTRI UTAMI
PUBLIC Open In Flipbook Lili Sawaludin Mulyadi

Laporan
PUBLIC Open In Flipbook Lili Sawaludin Mulyadi

Peningkatan kebutuhan listrik di Indonesia menjadikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara sebagai sumber energi utama yang memenuhi sebagian besar kebutuhan energi. Di sisi lain, PLTU memberikan kontribusi terhadap polusi udara dengan melepaskan polutan berbahaya seperti sulfur dioksida (SO?), nitrogen oksida (NO?), dan partikel (PM). Paparan jangka panjang terhadap polutan ini terkait dengan dampak kesehatan yang serius, termasuk penyakit pernapasan, kanker paru-paru, dan gangguan kardiovaskular. Selain PLTU, sektor transportasi juga menjadi sumber utama polusi udara, terutama di wilayah perkotaan di mana kendaraan seperti truk, bus, dan sepeda motor memiliki volume kendaraan yang cukup tinggi. Penelitian ini menerapkan pendekatan intake fraction (IF) untuk mengevaluasi kontribusi emisi PLTU dan transportasi di wilayah penelitian. Penelitian ini memodelkan PLTU X sebagai sumber titik dan jalan raya sebagai sumber garis, dengan mengintegrasikan data meteorologi dan karakterisik sumber emisi ke dalam model dispersi Gaussian. Wilayah penelitian dibagi menjadi grid berukuran 1x1 km untuk menghitung nilai intake fraction dan inhaled dose pada setiap grid. Parameter meteorologi, termasuk kecepatan angin, arah angin, dan stabilitas atmosfer, dimasukkan ke dalam model untuk mencerminkan dinamika dispersi polutan. Kelas stabilitas atmosfer B digunakan untuk perhitungan guna merepresentasikan kondisi sedikit tidak stabil dan kecepatan angin disesuaikan untuk ketinggian pelepasan emisi. Arah angin yang tegak lurus terhadap jalan raya digunakan untuk menghitung kontribusi emisi transportasi. Hasil penelitian menunjukkan pola distribusi yang berbeda berdasarkan jarak terhadap sumber emisi. Untuk PLTU X, nilai intake fraction berkisar antara 10?? hingga 10?ยนยน, dengan nilai tertinggi pada grid yang terdekat dengan PLTU. Sementara itu, emisi transportasi menunjukkan dampak yang lebih terlokalisasi dengan nilai intake fraction tertinggi berada pada grid yang berlokasi dekat jalan raya Perhitungan inhaled dose lebih lanjut memperkuat analisa ini. Inhaled dose SO? dari PLTU X berkisar antara 1,28 ?g/hari pada grid yang berlokasi cukup jauh dari sumber emisi seperti I1 hingga 58,05 ?g/hari pada Grid B5, yang terletak paling dekat dengan PLTU. Untuk NO?, kontribusi PLTU berkisar antara 0,77 ?g/hari hingga 35,16 ?g/hari, sedangkan jalan raya memberikan dosis NO? hingga 19,96 ?g/hari di Grid G4. Dosis NO? total tertinggi tercatat di Grid G4, sebesar 22,24 ?g/hari, mencerminkan efek kumulatif dari emisi PLTU dan transportasi. Dosis PM terhirup dari PLTU X berkisar antara 0,12 ?g/hari pada grid yang jauh hingga 5,54 ?g/hari pada Grid B5, sementara emisi transportasi memberikan dosis PM10 hingga 0,38 ?g/hari di Grid G4. Dosis PM total tertinggi sebesar 52,50 ?g/hari diamati di Grid G4 yang didorong oleh emisi transportasi. Nilai intake fraction untuk emisi PLTU dan transportasi memiliki skala yang sama, meskipun memiliki distribusi spasial yang berbeda. Emisi transportasi menciptakan titik polusi yang terlokalisasi di dekat jalan utama. Sebaliknya, emisi PLTU menyebar ke area yang lebih luas dengan konsentrasi yang menurun seiring dengan meningkatnya jarak sehingga dapat memengaruhi populasi yang lebih jauh pada tingkat paparan yang lebih rendah. Hasil analisa ini dapat menjadi dasar penentuan strategi mitigasi yang saling melengkapi untuk setiap sumber: pengendalian lokal untuk emisi transportasi dan intervensi regional untuk emisi PLTU. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan intake fraction bermanfaat dalam mengestimasi kontribusi emisi dari tiap sumber. Dalam kondisi keterbatasan data pemantauan kualitas udara ambien, pendekatan intake fraction memberikan kerangka kerja yang andal untuk mengevaluasi kontribusi berbagai sumber emisi terhadap paparan populasi.