digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Konsumsi bahan bakar fosil secara besar-besaran sudah dimulai semenjak revolusi industri pada akhir abad ke-18, yaitu ketika berubahnya pola industri dari menggunakan tenaga manusia menjadi menggunakan mesin dan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan produksi karena dianggap lebih efisien. Akibatnya, sudah beberapa dekade ini dunia dan tidak luput juga Indonesia mulai dibayang-bayangi oleh isu krisis energi. Solusinya adalah beralih dengan memanfaatkan sumber daya energi alternatif baru yang terbarukan, dalam hal ini contohnya adalah energi panasbumi. Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam eksplorasi dan produksi energi panasbumi adalah pemetaan lokasi hiposenter dan episenter gempa mikro yang terjadi di lapangan panasbumi menggunakan SED (Single Event Determination) yang pertama kali dikembangkan oleh Geiger, 1910, yang dapat menunjukkan sebaran zona-zona kejadian gempa melalui letak hiposenter dan episenter. Data gempa dicatat oleh stasiun perekam gempa setiap 15 menit sekali, yang dilengkapi oleh beberapa alat penunjang, seperti GPS, Geophone 3 komponen, baterai DC 12 volt dan solar cell. Selanjutnya data yang tercatat diolah dengan menggunakan software SeisGram2K60 dan memberikan lokasi hiposenter berupa koordinat longitude, latitude dan altitude gempa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada tanggal 1 Mei s.d 5 Mei 2014 tercatat 9 event gempa, yang terdiri dari 6 gempa regional dan 3 gempa mikro. Karakteristik gempa mikro adalah bentuk getaran gempa pendek, durasi terjadinya gempa singkat (10-30 detik), memiliki magnitude kecil (≤3SR), kedalaman hiposenter relatif dangkal, selisih arrival time (waktu tiba) gelombang P dan gelombang S kecil (≤3detik). Metode Single Event Determination (SED) cukup akurat untuk menentukan episenter dan hiposenter suatu kejadian gempa mikro dengan melakukan pemodelan ke depan kemudian meminimalisasi error hasil pemodelan dengan kejadian sebenarnya yang mengacu pada waktu asal gempa. Namun metode ini masih mempunyai kesalahan dalam perhitungannya, terutama apabila data yang digunakan berasal dari stasiun dengan jarak yang relatif jauh.