digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Open In Flipbook Nugi Nugraha

Kegiatan pemrosesan biji mineral di industri smelter merupakan sektor krusial dalam rantai pasok manufaktur global, namun seringkali menimbulkan konsekuensi lingkungan yang signifikan, khususnya dalam hal emisi polutan udara. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap dampak emisi dari PT. X, sebuah industri smelter cold rolling stainless steel yang berlokasi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah. Fokus utama adalah memodelkan dispersi polutan sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), Partikulat (TSP), dan karbon monoksida (CO), serta memprediksi konsentrasinya di udara ambien di wilayah studi. Selanjutnya, hasil prediksi tersebut dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021. Pemodelan dispersi polutan dilakukan menggunakan perangkat lunak AERMOD, sebuah sistem pemodelan dispersi Gaussian plume yang direkomendasikan oleh U.S. Environmental Protection Agency (EPA). Sebagai model steady-state plume, AERMOD mengintegrasikan data meteorologi dan topografi untuk memprediksi konsentrasi polutan dengan mempertimbangkan struktur turbulensi lapisan batas atmosfer (planetary boundary layer) dan profil elevasi permukaan tanah. Data masukan krusial untuk AERMOD, termasuk laju emisi dari sembilan cerobong (sumber titik), dikumpulkan dari sertifikat hasil uji (SHU) dengan menggunakan konsentrasi tertinggi dari hasil pengukuran. Data meteorologi untuk periode 2015 hingga 2024 diperoleh dari platform Copernicus Climate Change Service (C3S) dan diolah menggunakan AERMET. Data topografi diperoleh dari Digital Elevation Model Nasional (DEMNAS) dan diproses menggunakan AERMAP. Analisis wind rose selama periode 10 tahun menunjukkan angin dominan bertiup dari arah barat daya ke timur laut, yang mengindikasikan bahwa dispersi polutan cenderung mengarah ke perairan. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa emisi dari PT. X memberikan kontribusi yang signifikan terhadap konsentrasi polutan di wilayah studi, dengan beberapa perbedaan dampak antar parameter. Untuk SO2 dan CO, prediksi konsentrasi maksimum berada jauh di bawah baku mutu udara ambien yang ditetapkan, yaitu 68,60872 ?g/m3 (periode 1 jam) dan 28,07598 ?g/m3 (periode 8 jam) dibandingkan dengan baku mutu 150 ?g/m3 dan 4000 ?g/m3 . Kontribusi emisi SO2 terhadap konsentrasi aktual di udara ambien berkisar antara 10% hingga 75%. Demikian pula, kontribusi emisi CO berkisar antara 0,088% hingga 1,21%.Konsentrasi TSP maksimum yang diprediksi adalah 39,54297 ?g/m3 , yang jauh lebih rendah dari baku mutu 24 jam sebesar 230 ?g/m3 . Kontribusi emisi TSP berkisar antara 1,2% hingga 12,7%. Namun, hasil pemodelan untuk NOx menunjukkan pelampauan. Konsentrasi NOx diprediksi melampaui baku mutu udara ambien nasional di semua periode pengukuran. Konsentrasi maksimum yang diprediksi mencapai 1644,78 ?g/m3 untuk periode 1 jam, 449,61 ?g/m3 untuk 24 jam, dan 81,87 ?g/m3 untuk tahunan, semuanya melampaui baku mutu masingmasing, yaitu 200 ?g/m3 , 65 ?g/m3 , dan 50 ?g/m3 . Kontribusi emisi NOx terhadap konsentrasi aktual di udara ambien berkisar antara 483% hingga 1851%. Pelampauan ini teridentifikasi pada 1214 grid untuk periode 1 jam dan 245 grid untuk periode 24 jam. Analisis lebih lanjut menemukan bahwa hasil prediksi NOx menunjukkan kondisi overestimate, di mana nilai prediksi secara signifikan lebih tinggi daripada konsentrasi aktual yang terukur di lapangan. Fenomena ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penyederhanaan model AERMOD yang tidak mempertimbangkan secara rinci proses deposisi dan reaksi kimia di atmosfer. Penggunaan data emisi dalam kondisi terburuk juga dapat berkontribusi pada hasil yang terlalu tinggi. Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun emisi SO2, TSP, dan CO dari PT. X tidak melampaui baku mutu, emisi NOx berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap kualitas udara di sekitarnya. Hasil ini diharapkan menjadi dasar bagi pihak terkait untuk melakukan manajemen kualitas udara yang lebih tepat dan merancang strategi mitigasi dampak yang efektif.