Hutan merupakan penyimpan biomassa terbesar di ekosistem daratan yang mampu
menyerap dua pertiga emisi karbon setiap tahunnya. Asia Tenggara memiliki 15%
hutan hujan tropis dunia yang dapat menyimpan biomassa serta stok karbon,
sehingga berpotensi mendukung mitigasi perubahan iklim global. Namun, kawasan
ini menghadapi ancaman serius terhadap eksistensi hutan, dikarenakan tingginya
tingkat deforestasi, ekspansi lahan pertanian, dan kelapa sawit. Tantangan lain
muncul terkait pengukuran biomassa hutan pada temporal dan skala spasial yang
luas, sementara pengukuran secara langsung membutuhkan waktu yang lama,
tenaga besar, akses yang terbatas ke wilayah terpencil, dan biaya yang mahal. Selain
itu, informasi terkait biomassa karbon hutan masih terbatas dan bersifat statis, yaitu
tersedia untuk tahun dan wilayah tertentu saja, sehingga belum memadai untuk
menggambarkan dinamika perubahan biomassa karbon secara temporal yang
diperlukan untuk perencanaan konservasi dan mitigasi. Penelitian ini mengatasi
keterbatasan tersebut dengan tujuan utama mengembangkan model biomassa
karbon dinamis pada tahun 2000 hingga 2020 di Asia Tenggara dengan
memanfaatkan data pengindraan jauh dan teknik Machine Learning (ML) serta
mengestimasi potensi nilai ekonomi karbon berdasarkan model biomassa karbon
dinamis tersebut. Tujuan pendukung penelitian ini, yaitu memetakan distribusi
spasio-temporal tutupan hutan di Asia Tenggara. Metodologi penelitian ini
mengintegrasikan berbagai dataset dan parameter pengindraan jauh—meliputi
parameter indeks vegetasi, produktivitas vegetasi, biofisik, parameter iklim, dan
topografi—dengan algoritma ML Random Forest (RF) untuk membuat model
biomassa karbon, mencakup Aboveground (AGBC) dan Belowground (BGBC)
Biomass Carbon yang bersifat dinamis dan lebih akurat. Kebaruan penelitian ini
menekankan pada integrasi spasio-temporal antara area tutupan hutan dan biomassa
karbon dinamis, serta pendekatan valuasi nilai ekonomi berbasis model biomassa
karbon di skala regional Asia Tenggara. Analisis hasil penelitian ini menunjukkan
terjadi penurunan luas hutan sebesar ~1,29 juta km2 (59,35%) selama dua dekade
ini yang diakibatkan oleh aktivitas deforestasi, ekspansi lahan pertanian, dan kelapa
sawit. Temuan utama pada penelitian ini menunjukkan penurunan AGBC
dan BGBC berturut-turut sebesar, 26.177,36 ± 5,93 Mega Ton Carbon (MtC) tahun
2000 menjadi 15.957,03 ± 4,09 MtC tahun 2020 dan sebesar 6.609,37 ± 1,65 MtC
tahun 2000 menjadi 3.956,9 ± 1,07 MtC tahun 2020. Secara spasial, penurunan
biomassa karbon dominan terjadi di wilayah Indonesia dan Malaysia di mana
wilayah-wilayah ini memiliki tingkat deforestasi dan ekspansi lahan sawit yang
sangat tinggi. Selain itu, di beberapa wilayah ekspansi lahan pertanian juga telah
berkontribusi signifikan terhadap konversi tutupan hutan, seperti di Thailand dan
Myanmar. Kemudian, Penelitian ini juga memvaluasi potensi ekonomi yang dapat
dihasilkan oleh biomassa karbon hutan. Valuasi ekonomi potensial dilakukan
dengan mengonversi biomassa karbon menjadi total emisi ekuivalen karbon
dioksida (CO?e). Potensi nilai ekonomi karbon diestimasi berdasarkan dua skenario
harga, yaitu harga rata-rata di kawasan ASEAN plus China, Jepang, dan Korea
Selatan (ASEAN+3) dan harga rekomendasi global. Estimasi menunjukkan terjadi
penurunan potensi ekonomi karbon hutan antara tahun 2000 dan 2020, yaitu sebesar
USD 776 miliar menjadi USD 471 miliar untuk skenario harga ASEAN+3,
sedangkan untuk skenario harga rekomendasi global terjadi penurunan dari USD
9,02 triliun menjadi USD 5,48 triliun. Penelitian ini telah berhasil menganalisis
penurunan tutupan hutan, mengembangkan model biomassa karbon dinamis, dan
memvaluasi potensi ekonomi ekonomi karbon di Asia Tenggara selama 2000
sampai 2020. Berdasarkan hasil dan analisis, penelitian ini menegaskan bahwa
penurunan hutan yang terjadi selama dua dekade terakhir berdampak signifikan
terhadap berkurangnya biomassa karbon hutan dan potensi ekonomi yang dapat
dihasilkan—dengan kerugian mencapai USD 305 miliar hingga USD 3,54 triliun.
Temuan ini menyoroti tingginya urgensi dalam upaya konservasi, pengelolaan
hutan berkelanjutan, serta pengembangan kebijakan ekonomi berbasis hutan guna
mendukung mitigasi perubahan iklim dan optimalisasi perdagangan karbon
berbasis hutan di Asia Tenggara.
Perpustakaan Digital ITB