Pertumbuhan kota dan sektor industri akibat laju pertumbuhan penduduk yang pesat di Indonesia menghasilkan peningkatan signifikan terhadap limbah padat, baik dari sektor domestik maupun industri perkebunan sawit. Sementara itu, industri konstruksi turut menyumbang emisi karbon tinggi melalui penggunaan material semen, sekitar 7-9% dari total emisi CO2. Penelitian ini bertujuan unutk mengeksplorasi pemanfaatan palm oil fuel ash (POFA) atau abu limbah padat sawit sebagai substitusi sebagian semen, dan municipal solid waste incineration bottom ash (MSWIBA) atau limbah padat perkotaan sebagai substitusi agregat dalam pembuatan bata foam. Metode penelitian mencakup sifat fisik dan kimia POFA dan MSWIBA, serta pengujian fisik dan mekanis pada bata foam komposit berbasis POFA dan MSWIBA. Pengujian dilakukan terhadap variasi kadar POFA 10%, 20%, dan 30% dengan komposisi MSWIBA tetap sebesar 30%, dan penggunaan dua metode pemadatan – tanpa vibrator dan dengan vibrator – untuk mengamati pengaruhnya terhadap sifat fisik dan mekanis bata foam. Selanjutnya, dilakukan analisis korelasi antarparameter fisik dan mekanis menggunakan metode Pearson jenis multivariate correlation. Sementara analisis berbasis proses digunakan untuk menghitung jejak karbon pada dinding hunian tipe 36.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa POFA memiliki karakteristik fisik ringan dan luas permukaan yang mendukung aktivitas pozzolanik, sementara MSWIBA memiliki densitas dan porositas rendah serta kandungan CaO tinggi yang mendukung reaksi hidrasi. Kombinasi keduanya menghasilkan performa terbaik pada bata foam dengan kadar POFA 20% yang menggunakan vibrator (P20M30-V). Hasil kuat tekan mencapai 7,775 Mpa, yang memenuhi kelas mutu struktural outdoor - IA (SNI 5640:2018). Korelasi antarparameter menunjukkan bahwa peningkatan densitas berdampak pada kenaikan kuat tekan dan penurunan absorpsi, terutama pada metode tanpa vibrator. Namun, korelasi menjadi lemah pada metode vibrator, menandakan bahwa pada kondisi optimum, kekuatan bata lebih dipengaruhi oleh ikatan mikrostruktur, bukan lagi oleh densitas atau porositas.
Dibandingkan dengan bata konvensional, bata foam komposit menunjukkan sifat mekanis yang lebih tinggi dari bata merah, bata CLC, dan bata AAC. Setiap 1 m2 dinding bata foam komposit mampu memanfaatkan sekitar 101,74 – 151 kg limbah padat sawit dan 292,5 kg limbah padat perkotaan. Analisis jejak karbon menunjukkan bahwa penerapan bata ini pada dinding rumah tipe 36 dapat menurunkan embodied carbon sebesar 35,47% dibandingkan bata merah dan14,16% dibandingkan bata CLC. Namun, nilai EC bata foam komposit tercatat lebih tinggi 62,96% dibandingkan bata AAC, seiring dengan densitas bata foam komposit yang masih lebih besar dari AAC. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengembangan material bangunan berbasis limbah dengan performa struktural yang layak dan dampak lingkungan yang lebih rendah.
Perpustakaan Digital ITB