COVER Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 6 Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
LAMPIRAN Aulia Hanifah
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Esha Mustika Dewi
» Gedung UPT Perpustakaan
PT Semen Padang merupakan salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang juga
memproduksi produk turunan seperti batu split. Kelancaran proses produksi menjadi faktor
krusial untuk menjaga daya saing dan memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.
Oleh karena itu, efektivitas dan efisiensi fasilitas produksi, termasuk mesin-mesin, harus
selalu dalam kondisi optimal. Namun, pada kenyataannya, produksi batu split di PT Semen
Padang seringkali tidak mencapai target harian sebesar 500 ton akibat tingginya downtime
mesin. Berdasarkan data historis 2024, penyebab utama downtime adalah masalah mekanis
dengan total 643 jam, dimana kontributor terbesarnya adalah mesin vibrating screen dengan
total downtime 281 jam dari 55 kali kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan
pemeliharaan yang ada saat ini belum optimal, ditandai dengan nilai Mean Time Between
Failure (MTBF) yang lebih pendek dari interval PM yang dijadwalkan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi kebijakan pemeliharaan pada
mesin vibrating screen untuk meminimalkan ekspektasi biaya pemeliharaan dan
meningkatkan ketersediaan (availability) mesin. Optimisasi dilakukan dengan menggunakan
model kebijakan pemeliharaan periodik (periodic maintenance policy) karena mesin
tergolong sistem yang dapat diperbaiki (repairable). Analisis keandalan dilakukan dengan
model Crow untuk memodelkan laju kerusakan mesin yang teridentifikasi berada dalam fase
keausan (wear-out) dengan parameter bentuk ? = 3,160. Berdasarkan hasil optimisasi,
interval pemeliharaan preventif optimal untuk mesin vibrating screen secara keseluruhan
adalah 1380 jam. Selain itu, ditentukan juga interval penggantian periodik untuk komponen
kritisnya, yaitu 1270 jam untuk chute, 904,7 jam untuk wiremest 20x20, dan 1449 jam untuk
wiremest 30x30. Implementasi kebijakan usulan ini mampu meningkatkan kinerja mesin
secara signifikan. Tingkat ketersediaan mesin vibrating screen meningkat sebesar 4,02%,
yaitu dari 95,98% menjadi 100%. Di samping itu, usulan kebijakan ini juga berhasil
menurunkan total ekspektasi biaya pemeliharaan tahunan sebesar 22,35%, atau setara
dengan penghematan sebesar Rp16.293.973.
Perpustakaan Digital ITB