digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

Indonesia masih menghadapi ketergantungan tinggi pada impor liquefied petroleum gas (LPG), karena produksi domestik hanya mampu memenuhi sekitar 20,3% kebutuhan nasional. PT X sebagai pemegang mandat utama distribusi LPG nasional menjadi aktor kunci yang rantai pasoknya akan sangat dipengaruhi oleh program substitusi LPG dengan Dimetil Eter (DME) berbasis batubara kalori rendah. Penelitian ini bertujuan membantu PT X dalam: (1) menentukan lokasi optimal pembangunan pabrik DME, (2) menghitung kuantitas distribusi DME yang efisien, (3) mengidentifikasi Terminal LPG milik PT X yang berpotensi dikonversi, (4) menentukan moda transportasi paling efektif, dan (5) menganalisis dampak implementasi DME terhadap pengurangan impor LPG dalam jaringan distribusi PT X. Pendekatan yang digunakan adalah Supply Chain Network Design (SCND) dengan pemodelan Mixed Integer Linear Programming (MILP). Horizon analisis ditetapkan 20 tahun yang merepresentasikan umur operasional pabrik (2030–2049). Model dibangun dan diselesaikan menggunakan Pyomo serta CPLEX untuk mengevaluasi konfigurasi jaringan distribusi PT X di bawah berbagai skenario. Evaluasi dilakukan melalui dua kondisi. Pada skenario dasar, pembangunan pabrik DME sepenuhnya ditentukan oleh hasil optimasi dan impor LPG tetap diperbolehkan. Hasilnya menunjukkan bahwa integrasi DME ke dalam rantai pasok PT X tidak layak secara ekonomis. Sementara itu, pada skenario alternatif, diasumsikan pemerintah tetap memaksakan implementasi DME penuh dengan kewajiban pembangunan pabrik serta pelarangan impor LPG. Kondisi ini menghasilkan konfigurasi rantai pasok baru bagi PT X, yaitu pembangunan dua pabrik di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dengan kapasitas masing-masing 5,66 juta MT dan 3,84 juta MT per tahun. Konfigurasi tersebut memungkinkan PT X mendistribusikan DME hingga memenuhi 69,7% kebutuhan LPG domestik, tetapi menimbulkan konsekuensi kenaikan biaya sistem sebesar Rp170,6 triliun atau kerugian tahunan sekitar Rp8,53 triliun dibandingkan skenario dasar. Hal ini menegaskan bahwa keberlanjutan rantai pasok PT X dalam mengintegrasikan DME hanya dapat tercapai apabila disertai dukungan kebijakan dan insentif pemerintah.