ABSTRAK_Safina Ariningtyas Koeswirjatno
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Perpustakaan Prodi Arsitektur
» Gedung UPT Perpustakaan
Kota Bandung memiliki potensi besar dalam bidang seni pertunjukan, berdasarkan Data Statistik Kebudayaan (Pusdatin Kemendikbud, 2020), tercatat kota ini memiliki total 1,004 pelaku seni pertunjukan. Namun, faktanya terdapat ketimpangan antara potensi dan kontribusi sektor seni pertunjukan pada ekonomi kreatif. Di tahun 2024, sub sektor seni pertunjukan hanya menyumbang 0,15% dari total keseluruhan ekonomi kreatif Kota Bandung. Minimnya fasilitas yang memadai menjadi hambatan utama dalam mendukung kegiatan seni pertunjukan di kota ini. Analisis menunjukkan bahwa mayoritas gedung seni di bandung memiliki keterbatasan kapasitas, pemeliharaan gedung, dan teknologi. Dari aspek sosial, persepsi eksklusivitas seni menciptakan intimidasi bagi masyarakat umum untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan seni pertunjukan. Berangkat dari isu tersebut, dibutuhkan pusat seni pertunjukan dengan fungsi penunjang berupa creative youth center yang mengadopsi pendekatan permeabilitas tinggi guna meningkatkan partisipasi masyarakat dan komunitas dalam berkontribusi terhadap kegiatan seni pertunjukan di Kota Bandung. Pusat seni pertunjukan ini memiliki visi utama yaitu menciptakan sebuah pusat seni pertunjukan berstandar nasional dengan permeabilitas tinggi yang mampu mengakomodasi berbagai jenis seni pertunjukan dan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat serta komunitas dalam meningkatkan kontribusi seni pertunjukan di Kota Bandung. Dengan misi memberdayakan komunitas seni pertunjukan dengan fasilitas pertunjukan dan fasilitas pendukung kegiatan kolaborasi dan kreativitas seniman untuk menciptakan sebuah karya, menyediakan fasilitas bagi generasi muda untuk mengeksplorasi minat bakat serta pembelajaran di bidang seni pertunjukan sebagai bentuk regenerasi dan apresiasi, merancang ruang publik dengan sifat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat dalam dan luar Kota Bandung yang dapat meningkatkan inklusivitas sosial dan kesetaraan, dan menghadirkan desain ruang yang dapat ii mengelaborasi isu urban di Kota Bandung. Proyek ini terletak di Jalan Laswi dengan kawasan SWK Karees yang diperuntukan sebagai kawasan kreatif terpadu (Karyapolis). Berdasarkan hasil studi segmentasi pasar khususnya di Kota Bandung, dapat disimpulkan bahwa penikmat seni pertunjukan mayoritas merupakan golongan muda di usia 18 -22 tahun. Selain itu, demografi di sekitar tapak menunjukan sebagian besar penduduk merupakan usia sekolah, hal ini menunjukan bahwa kebutuhan akan ruang kreatif dan edukatif menjadi penting. Fungsi utama, yaitu Auditorium, serta fungsi pendukung berupa Creative Youth Center dapat ditargetkan kepada tiga generasi utama. Generasi Z (13-28 tahun) memiliki persentase 40% dari total target usia, Millennial (29-44 tahun) dengan persentase 35%, Generasi Alpha (4-12 tahun) dengan persentase 20%. Selain itu, terdapat 2 generasi sekunder, yaitu Generasi X dengan rentang usia 45-60 tahun, dan lansia dengan rentang usia di atas 60 tahun dengan presentasi keduanya yaitu sebesar 10%. Bangunan termasuk ke dalam bangunan fungsi campuran dengan fokus utama tempat pentas seni pertunjukan, dilengkapi fasilitas penunjang seperti ruang workshop, studio musik dan tari, ruang untuk unit komunitas hingga sirkulasi skematik berupa public loop. Hal ini dapat diwujudkan melalui beberapa strategi pendekatan yaitu permeabilitas, ruang edukasi, ruang kolaboratif & kreatif, serta integrasi dengan konteks urban. Adapun beberapa teori desain yang dapat mewakili tiap strategi pendekatan yang meliputi teori “Responsive Architecture” oleh Ian Bentley (1985), teori “Interactive Space” oleh Rahaman, H & Tan, BK (2009), teori “Cultural-Historical Activity Theory (CHAT)” oleh Engestrom (1987, 1993, 1999), teori “Participatory Design” oleh Muller & Kuhn (1993), prinsip tata alur (ordering principle) oleh Francis DK Ching (1979) ,dan prinsip Sustainable Urbanism.
Perpustakaan Digital ITB