digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Waridah Muthi'ah [37019009]
PUBLIC Open In Flipbook Noor Pujiati.,S.Sos

BAB I Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB IV Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB V Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB VI Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB VII Waridah Muthi'ah [37019009]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Gunung Penanggungan merupakan sebuah gunung berapi non-aktif yang berada di perbatasan antara Mojokerto dan Pasuruan, Jawa Timur. Penemuan peninggalan arkeologis berupa situs pemujaan dan petirtaan yang tersebar di kawasan Gunung Penanggungan memberikan indikasi bahwa gunung ini merupakan gunung suci dan sebuah pusat keagamaan pada era kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara, khususnya pada era Kediri hingga Majapahit, yang dikenal dengan nama Pawitra. Dilihat dari angka tahun dan gaya seni, penemuan terbanyak di area ini berasal dari era Majapahit (abad ke-13 hingga 15 M.) Di kawasan Gunung Penanggungan, ditemukan beberapa arca ?iwa dengan gaya visualisasi yang beragam. Hal ini menarik karena arca-arca perwujudan di Jawa Timur umumnya menggambarkan paduan ?iwa dan Wisnu, yakni Harihara, sejalan dengan corak keagamaan ?iwa-Buddha pada era tersebut. Akan tetapi, arca tokoh dewa yang ditemukan dari Gunung Penanggungan menggambarkan ?iwa, baik dalam wujud asli sebagai ?iwa Mahadewa, dengan ciri mengenakan kelengkapan atribut kedewaan dan busana yang megah, maupun dalam perwujudan lain yang merupakan aspek ?iwa seperti Bima dan Panji. Keragaman visual arca ?iwa asal Penanggungan juga disertai dengan pergeseran ikonik dari ketentuan kanonik ikonografi Hindu yang termuat dalam kitab Silpasastra, khususnya M?nas?ra. Akan tetapi, Kitab Tangtu Panggelaran dan Negarakrtagama, yang menjadi acuan tekstual primer mengenai gunung Pawitra. tidak memberikan penjelasan mengenai latar belakang pergeseran ikonografi dan variasi visual tersebut. Dengan menimbang kedudukan Pawitra sebagai gunung suci bagi masyarakat dari berbagai latar belakang kepercayaan maupun asal geografis, diasumsikan bahwa keragaman visual ini dipengaruhi oleh langgam khas sezaman dari daerah-daerah lain di luar Penanggungan. Karena itu, penelitian mengenai variasi gaya visualisasi busana arca ?iwa, yang dikomparasikan dengan visualisasi arca dan relief dari berbagai daerah pada era Majapahit, diharapkan mampu mengisi kekosongan tersebut. Penelitian ini difokuskan untuk membahas ragam gaya dan elemen busana untuk memetakan tipologi busana dan gaya seni pada arca ?iwa asal Gunung Penanggungan, dikaitkan dengan latar belakang dinamika kebudayaan pada era Majapahit. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan estetika, ikonografis, dan historis, dengan menitikberatkan pada kajian visual terhadap gaya seni arca dan visualisasi detail busana. Variasi dari segi gaya seni, busana, dan penggambaran atribut menunjukkan tingkat pemahaman pematung serta pemesan, sehingga menunjukkan bahwa arca-arca ini dibuat oleh basis pemuja dari kalangan dan asal yang beragam. Dengan melihat variasi dan tipologi gaya busana, disimpulkan bahwa arca Siwa Gunung Penanggungan terbagi atas empat varian langgam dari gaya seni Majapahit Tengah dan Akhir, yakni Langgam Majapahit-Singasari, Langgam Majapahit-Kediri, Langgam Majapahit-Panataran, serta Langgam Majapahit Pegunungan. Dengan mempertimbangkan ukuran, jumlah, dan lokasi penemuan arca-arca tersebut, disimpulkan bahwa arca-arca ?iwa di Gunung Penanggungan tidak dibuat sebagai arca perwujudan raja atau ratu yang berkuasa pada saat itu, melainkan sebagai objek pemujaan untuk menggambarkan dewa. Arca Siwa dengan kategori ukuran chala (kecil) merupakan arca sthapana-bera atau bali-bera yang digunakan dalam upacara Tirta-yadnya sebagai bagian dari ritus wanasprastha yang dilakukan di Gunung Penanggungan. Ketersandingan simbol-simbol ?iwa dengan simbol lain menunjukkan bahwa Gunung Penanggungan merupakan pusat kegiatan keagamaan dari berbagai aliran yakni ?iwaisme, Waisnawa, Buddha, Rsi, dan agama lokal, sebagai bukti ketersandingan agama dan multilayering situasi keagamaan pada masa itu. Penggambaran ?iwa menunjukkan kesetaraan ?iwa dengan Dewa Gunung yang dipuja oleh masyarakat lokal di sekitar Penanggungan.