digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pemenuhan permintaan global akan energi bersih dan target nasional Net Zero Emission (NZE) 2060 memerlukan inovasi sistem energi yang rendah karbon dan berkelanjutan. Hidrogen menjadi salah satu kandidat utama menuju dekarbonisasi, mengingat performanya dalam pemanfaatan pada sektror transportasi, industri maupun penyimpanan energi skala besar. Kapasitas aplikasi hidrogen hijau mencapai 52 GW pada tahun 2060, dan sektor transportasi menjadi salah satu target penerapan hidrogen dengan proyeksi pertumbuhan kendaraan fuel cell electric vehicles (FCEV) hingga 3,6 juta unit. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan infrastruktur produksi hidrogen menjadi semakin relevan dan strategis. Produksi hidrogen salah satunya didapatkan dari elektrolisis yang memanfaatkan energi listrik, di mana listrik dapat dibangkitkan melalui sumber energi fosil maupun energi terbarukan. Potensi energi surya yang melimpah sepanjang tahun membuat Indonesia berpeluang signifikan dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) berupa teknologi panel surya (PV) untuk menghasilkan hidrogen hijau. Pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar di masa depan memerlukan integrasi sistem PV dengan Hydrogen Refueling Station (HRS) yang menawarkan fleksibilitas dan efisiensi sistem energi. Hal ini melatarbelakangi penelitian terkait sistem PV–HRS tanpa bergantung pada jaringan eksternal (off-grid system) yang efisien dan layak secara tekno–ekonomi di Indonesia. Penelitian ini menyajikan evaluasi tekno–ekonomi komparatif dari integrasi sistem on-site PV–HRS skala kecil di kawasan industri Marunda, Jakarta dengan target produksi harian sebesar 150 kg H? pada proyeksi tahun 2050–2060. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak HOMER Pro dengan pendekatan multiconfiguration techno-economic analysis terhadap enam konfigurasi sistem on-site PV–HRS dari kombinasi tiga tipe panel surya (polikristalin, monokristalin, dan hybrid) serta dua tipe elektroliser (Proton Exchange Membrane/PEM dan Alkaline Electrolyzer/AWE). Evaluasi ekonomi dilakukan dengan parameter Net Present Cost (NPC), Levelized Cost of Electricity (LCOE), dan Levelized Cost of Hydrogen (LCOH). Kombinasi panel monokristalin Trina Solar Vertex 665Wp dengan elektroliser tipe PEM Quest One ME450 menjadi konfigurasi paling optimal secara tekno–ekonomi, dengan nilai NPC mencapai Rp70,8 miliar, LCOE senilai Rp271.450/kWh, serta LCOH sebesar Rp 91.000/kg H?. Tingginya efisiensi panel serta stabilitas operasional pada sistem intermiten membuat konfigurasi ini lebih unggul dibandingkan konfigurasi lainnya. Harga hidrogen hijau pada tahun 2025 masih berada pada kisaran Rp 75.600–Rp 201.600/kg, dan diproyeksikan turun menjadi Rp 40.000–Rp 70.000/kg pada tahun 2060 seiring dengan efisiensi teknologi dan peningkatan skala produksi. Hasil LCOH sebesar Rp91.000/kg dari Konfigurasi 1B pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai tersebut masih kompetitif meskipun berada di atas proyeksi pasar global dan nasional. Nilai LCOH masih berada dalam rentang yang dapat diterima, terutama jika mempertimbangkan konteks kondisi riil pengembangan awal hidrogen di Indonesia sebagai solusi transisi dalam menghadapi ketidakpastian pasar teknologi hidrogen hijau nasional. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan biaya investasi awal pada panel PV maupun elektroliser akan memengaruhi nilai LCOH secara signifikan, dengan kontribusi utama dari panel PV yang dominan terhadap CAPEX. Namun efisiensi konversi energi secara tekno– kimia tetap ditentukan oleh performa elektroliser, sehingga diperlukan perancangan sistem PV–HRS secara komprehensif untuk menghasilkan sistem yang ekonomis dan efisien. Implementasi integrasi sistem PV–HRS sejalan dengan arah kebijakan pemerintah melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) maupun peta jalan NZE 2060, sehingga diperlukan dukungan kebijakan dan optimalisasi teknologi terutama untuk sektor transportasi di Indonesia. Penelitian ini dapat memberikan wawasan yang komprehensif bagi perancangan sistem hidrogen hijau skala kecil yang efisien dan ekonomis melalui integrasi PV–HRS untuk mendukung dekarbonisasi di Indonesia.