digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kota Makassar ditetapkan sebagai salah satu dari 20 kota rawan banjir di Indonesia seiring terjadinya perubahan tutupan lahan. Peningkatan perubahan tutupan lahan mengakibatkan daerah resapan berkurang dan volume limpasan meningkat sehingga terjadi banjir pada saat curah hujan tinggi. Dalam rangka mewujudkan aspek keberlanjutan, praktik infrastruktur hijau telah diterapkan di beberapa negara untuk mengurangi banjir perkotaan. Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar telah merumuskan program pengendalian banjir infrastruktur hijau dalam Rencana Strategis Tahun 2014-2019. Penerapan infrastruktur hijau membutuhkan tahap identifikasi lokasi yang sesuai berdasarkan jenis dan kriteria lokasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan potensi penerapan infrastruktur hijau sebagai upaya pengendalian banjir terutama dalam mengurangi limpasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan positivistik. Analisis data dibagi menjadi 4 tahap yaitu dampak perubahan tutupan lahan terhadap banjir, kapasitas saluran drainase primer, jenis dan lokasi infrastruktur hijau, dan potensi penerapan infrastruktur hijau dalam mengurangi limpasan. Hasil analisis perubahan tutupan lahan di Kota Makassar menunjukkan rata-rata peningkatan lahan terbangun 17,82% yang mengakibatkan peningkatan limpasan 3,63% pada periode 1999 – 2017. Kapasitas drainase primer pada Zona Tallo sudah tidak mampu menampung kelebihan debit limpasan sebesar 31,79 m3/detik sehingga terjadi banjir. Terdapat lima jenis infrastruktur hijau yang dapat diterapkan pada Zona Pampang meliputi kolam detensi (577,62 ha), kolam resapan (80,08 ha), parit resapan (1,11 ha), bioretensi (0,07 ha), sand filter (22,40 ha). Infrastruktur hijau yang dapat diterapkan pada Zona Tallo yaitu kolam detensi (311,09 ha), kolam resapan (25,46 ha), parit resapan (0,02 ha), sand filter (21,25 ha), dan vegetated filter strip (0,51 ha). Analisis pengurangan limpasan menggunakan metode SCS-CN menunjukkan bahwa persentase pengurangan limpasan tertinggi 7,578% melalui penerapan kolam detensi. Infrastruktur hijau lainnya hanya mampu mengurangi limpasan <1%. Dengan demikian, penerapan infrastruktur hijau yang menekankan prinsip infiltrasi kurang potensial diterapkan di Kota Makassar. Jika ditinjau berdasarkan potensi pengurangan limpasan tiap 1 ha, penerapan kolam detensi mampu mengurangi limpasan rata-rata 339,97 m3/ha, kolam resapan (254,89 m3/ha), parit resapan (245,40 m3/ha), bioretensi (273,15 m3/ha), sand filter (214,43 m3/ha) dan vegetated filter strip (251,70 m3/ha).