Sejak ekspansi kampus Universitas Parahyangan (UNPAR) ke Ciumbuleuit pada
tahun 1974, kawasan telah mengalami perubahan signifikan yang ditandai dengan
tumbuhnya hunian mahasiswa, apartemen, dan fasilitas komersial. Kajian ini
diharapkan dapat mengisi kesenjangan studi dengan pendekatan interdisipliner di
Indonesia terkait peran universitas sebagai katalis perubahan kota dari dalam.
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan mixed-method dengan desain
convergent parallel. Data kuantitatif menggunakan
dataset citra satelit
GLC_FCS30D dengan resolusi 30m serta survei mahasiswa yang tinggal di
kawasan sekitar kampus, sementara data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara
tokoh masyarakat dan pelaku usaha lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
periode 1985–2000 merupakan puncak awal ekspansi tutupan lahan terbangun,
yang kemudian berkontribusi pada total peningkatan sebesar 19,38 hektar dan
penurunan lahan sawah sebesar 27,64 hektar selama 1985–2022. Uji Moran’s I
menunjukkan pola klaster spasial yang signifikan pada beberapa periode (1995
2000, 2010–2015, 2020–2022), serta klastering jangka panjang (1985–2022),
mengindikasikan kecenderungan konsentrasi pembangunan. Perubahan kawasan
dipengaruhi oleh empat faktor utama: (1) pertumbuhan perkotaan: kedekatan
terhadap UNPAR (Cramér’s V = 0,139) dan aksesibilitas jalan (Cramér’s V =
0,086); (2) kebijakan dan regulasi yang menetapkan pembatasan formal, namun
lemah dalam pengendalian dan penegakan zonasi; (3) ekonomi dan keuangan,
masuknya investasi eksternal dalam sektor hunian mahasiswa; dan (4) faktor
kontekstual seperti kondisi geografis dan adaptasi warga. Keberadaan UNPAR
mendorong transformasi kawasan melalui pertumbuhan PBSA, pergeseran pola
konsumsi digital, dan pengeluaran mahasiswa yang melampaui UMR (Rp5,3 juta),
namun juga memicu gentrifikasi, peralihan kepemilikan ruang, dan segregasi sosial
laten akibat perbedaan gaya hidup dan pola aktivitas antara mahasiswa dan
masyarakat lokal.
Perpustakaan Digital ITB