Kebakaran hutan dan lahan merupakan sumber pencemaran udara utama di Pulau Sumatera,
terutama pada musim kemarau. Tahun 2023 tercatat sebagai tahun El Niño, yang memperparah
kekeringan di berbagai wilayah dan meningkatkan intensitas kejadian kebakaran. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi spasial-temporal emisi udara akibat kebakaran hutan
dan lahan selama tahun 2023 serta menganalisis arah dan asal lintasan polutan menggunakan
model HYSPLIT. Distribusi titik panas menunjukkan konsentrasi tertinggi di zona bahaya sedang
hingga tinggi, khususnya di bagian timur dan tenggara pulau. Dari total 49.945 hotspot, sebanyak
97,19% terdeteksi di wilayah dengan bahaya sedang dan tinggi. Sumatera Selatan mencatat jumlah
hotspot terbanyak. Estimasi emisi dilakukan dengan pendekatan Tier 1 berdasarkan luas lahan
terbakar dari SiPongi seluas 166.885 hektar. Hasilnya menunjukkan total emisi sebesar 500.655
ton CO, 50.065 ton NMVOC, 16.688 ton NOx, 3.338 ton SOx, dan 3.338 ton NH3. Emisi terbesar
berasal dari Sumatera Selatan, khususnya Kabupaten Ogan Komering Ilir. Sementara itu, 34
kabupaten/kota tidak mengalami kebakaran sepanjang tahun. Analisis backward trajectory dari
sepuluh ibu kota provinsi menunjukkan bahwa massa udara paling sering berasal dari arah timur
dan tenggara, terutama selama Agustus–Oktober. Arah ini mencakup wilayah sumber utama emisi seperti Sumatera Selatan dan Jambi. Pada musim hujan, lintasan lebih banyak berasal dari utara
dan timur laut dengan intensitas polutan yang lebih rendah. Penelitian ini merekomendasikan
penyusunan kalender risiko emisi per kota dan bulan, pemasangan sensor kualitas udara pada sisi
kota yang paling rentan, serta penguatan koordinasi lintas provinsi dan negara
Perpustakaan Digital ITB