Pulau Sumatera memiliki dua rezim iklim yang berbeda akibat posisinya melintasi
ekuator. Sumatera Utara bercirikan pola curah hujan bimodal yang dipengaruhi
ITCZ, sedangkan Sumatera Selatan menunjukkan pola monomodal yang
dikendalikan oleh sirkulasi Monsun Asia–Australia. Perbedaan ini mendorong
pertanyaan tentang bagaimana monsun dan Indian Ocean Dipole (IOD)
memengaruhi variabilitas curah hujan di kedua wilayah. Penelitian ini bertujuan
menganalisis pengaruh monsun dan IOD serta membandingkan kontribusi relatif
keduanya pada periode 1991–2020.
Data yang digunakan berupa curah hujan bulanan 1991–2020 yang diolah melalui
anomaly standardization. Analisis dilakukan menggunakan Continuous Wavelet
Transform (CWT) untuk mengidentifikasi periodisitas, Butterworth Bandpass
Filter untuk menyoroti sinyal monsun (0,8–1,15 tahun) dan IOD (3–5 tahun), serta
Cross Wavelet Transform (XWT) untuk mengkaji keterkaitan curah hujan dengan
indeks iklim (DMI dan AUSMI). Selain itu, regresi linier berganda diterapkan
untuk mengevaluasi kontribusi relatif kedua indeks terhadap variabilitas curah
hujan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa monsun tahunan merupakan pengendali
utama di kedua wilayah, sedangkan IOD berperan pada variabilitas antar-tahunan
dengan amplitudo lebih kuat di Sumatera Utara. Analisis XWT memperlihatkan
koherensi DMI dengan curah hujan pada periode 2–4 tahun, sementara AUSMI
dominan pada skala tahunan. Regresi berganda mengungkapkan bahwa DMI dan
AUSMI tidak signifikan di Sumatera Utara (R² = 0,012), tetapi signifikan di
Sumatera Selatan (R² = 0.356), dengan DMI berpengaruh negatif dan AUSMI
berpengaruh positif. Dengan demikian, Sumatera Utara lebih dipengaruhi dinamika
ekuatorial dan variabilitas jangka panjang, sedangkan Sumatera Selatan lebih
sensitif terhadap kombinasi IOD dan monsun Australia.
Perpustakaan Digital ITB