digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan memberikan penugasan khusus kepada kepada PT. Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menjalankan fungsi penyediaan layanan transportasi angkutan orang kelas ekonomi melalui program program Public Service Obigation (PSO). PSO merupakan alokasi anggaran yang termasuk dalam alokasi subsidi Pemerintah yang digunakan antara lain untuk sektor transportasi. Skema penghitungan besaran subsidi dihitung dari selisih tarif antara yang ditetapkan pemerintah dan PT. KCI dikalikan target jumlah penumpang yang menggunakan layanan tersebut setiap tahunnya berdasarkan rencana kerja yang diajukan oleh Operator. Rencana kerja yang disetujui antara Pemerintah dan PT. KCI akan menjadi kebijakan operasional PT. KCI dalam menjalankan layanan KRL Jabodetabek. Semua penambahan kegiatan operasional yang dilakukan diluar yang disetujui dalam Kebijakan Operasional PT. KCI pembiayaannya ditanggung oleh PT. KCI sendiri selaku operator. Kebijakan operasional ini kemudian memiliki konsekuensi sebagai Biaya Operasional. Dengan skema subsidi yang demikan maka akan terjadi ketidakpastian dalam penganggaran besaran Subsidi oleh Pemerintah dan pendapatan dari operator. Hal ini dikarenakan besaran subsidi tergantung kepada realisasi jumlah penumpang yang belum pasti jumlahnya. Apabila realisasi jumlah penumpang melebihi target yang ditentukan maka pemerintah harus menambah jumlah subsidi yang akan dibayarkan. Begitupun sebaliknya apabila realisasi jumlah penumpang yang terlayani selama satu tahun anggaran kurang dari target, maka bisa juga terjadi kemungkinan operator akan mengalami kerugian. Pada pengoperasian layanan KRL Jabodetabek selama tahun 2017 mengalami PT. KCI mencatat realisasi jumlah penumpang sebesar 107% dari target di awal tahun. Sedangkan pada sisi biaya operasionalnya justru PT. KCI mencatat penurunan target karena efisiensi. Sehingga dapat dipastikan PT. KCI sebagai operator akan menerima penghasilan yang lebih tinggi dari target yang ditetapkan dari sisi pendapatan penumpang dan subsidi pada sisi penumpang dan pengurangan biaya operasional dari penghematan biaya operasional. Anomali terjadi ketika peningkatan jumlah penumpang tidak berbanding lurus dengan peningkatan biaya operasional dari layanan KRL Jabodetabek. Evaluasi dilakukan untuk menganalisa pengaruh realisasi jumlah penumpang terhadap jumlah subsidi dari pemerintah dan biaya operasional dari operator dengan memperhatikan kualitas layanan (level of services) berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Tujuan dari penelitian ini adalah Analisis karakteristik perjalanan penumpang KRL Jabodetabek, menghitung biaya operasional kereta Api (BOKA), melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang timbul pada penerapan skema subsidi KRL Jabodetabek akibat peningkatan jumlah penumpang. Dengan metode deskriptif analitis diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap permasalahan yang terjadi. Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah analisa jumlah penumpang dilakukan pada realisasi tahun 2017, analisis terhadap biaya operasional kereta api berdasarkan biaya operasional pada tahun anggaran 2017, analisis terhadap kebijakan operasional KRL Jabodetabek pada rencana kerja tahun anggaran 2017, melakukan analisis terhadap besaran Subsidi berdasarkan Biaya Operasi Kereta Api KRL Jabodetabek Realisasi jumlah penumpang bertambah dari 294.526.176 penumpang menjadi 315.853.991 penumpang pada realisasi akhir tahun atau mencapai 107%. Besaran subsidi dari jumlah penumpang adalah Rp. 1.407.364.712.750,- atau operator mendapat margin laba sebesar 20,96%. Dalam skema subsidi yang diterapkan sekarang memiliki potensi mengganggu keberlanjutan layanan KRL Jabodetabek dikarenakan pada kondisi realisasi penumpang 80% - 90% target atau lebih kurang lagi akan membuat Operator merugi, pada kondisi capaian melebihi target maka pemerintah membayar lebih besar jumlah subsidi dari yang dianggarkan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Operator mempunyai kewajiban memperbaiki kualitas layanan sesuai SPM yang telah ditetapkan senilai Rp. 22.439.592 ,-/ hari atau senilai Rp. 8.190.451.427,29,-/ Tahun untuk biaya operasional tambahan akibat realisasi jumlah penumpang diatas target awal yang ditetapkan di rencana kerja.