digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

BUMN Karya, grup perusahaan konstruksi milik negara Indonesia, telah mengalami penurunan laba bersih sejak tahun 2020. Menanggapi permasalahan keuangan ini, pada September 2024, Kementerian BUMN mengumumkan rencana restrukturisasi dengan mengonsolidasikan tujuh entitas BUMN menjadi tiga perusahaan spesialisasi. Rencana konsolidasi pertama—PT Hutama Karya mengambil alih PT Waskita Karya Tbk—akan menjadi fokus studi ini. Mengingat kondisi keuangan PT Waskita Karya Tbk yang sedang mengalami tekanan serta rasio keuangan PT Hutama Karya yang berada di bawah standar industri, muncul kekhawatiran terkait kemampuan Hutama Karya dalam menopang arus kas Waskita. Oleh karena itu, studi ini akan mengkaji apakah konsolidasi ini dapat menghasilkan nilai sinergi positif dengan menggunakan Metode Discounted Cash Flow (DCF) melalui analisis Free Cash Flow to The Firm (FCFF). Perhitungan dimulai dengan menilai nilai masing-masing perusahaan secara individu tanpa sinergi, kemudian membandingkannya dengan nilai perusahaan hasil merger yang memperhitungkan sinergi. Sinergi akan dianalisis apabila nilai perusahaan hasil merger melebihi jumlah nilai kedua perusahaan secara terpisah. Hasil studi menunjukkan bahwa integrasi ini akan menghasilkan nilai sinergi negatif sebesar Rp 1,15 triliun dengan sinergi finansial. Bahkan ketika sinergi operasional dan finansial diperhitungkan secara bersamaan, sinergi masih bernilai negatif sebesar Rp 778,97 miliar, yang berarti konsolidasi ini justru akan merusak nilai (value destruction) daripada menciptakan nilai. Salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran nilai ini adalah tingginya cost of capital akibat risiko finansial yang dibawa oleh PT Waskita Karya Tbk. Oleh karena itu, struktur modal yang optimal menjadi salah satu solusi potensial. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk mencapai struktur modal optimal sebesar 12.684%, pemerintah Indonesia perlu melakukan penyertaan modal sekitar Rp 60,77 triliun ke PT Hutama Karya—sebagai entitas induk—pada tahun 2025. Dengan struktur modal tersebut, diperkirakan sinergi positif akan tercipta, yaitu sebesar Rp 3,34 triliun (sinergi finansial) dan Rp 3,85 triliun (sinergi ganda), yang mengindikasikan bahwa konsolidasi ini berpotensi menghasilkan sinergi positif melalui restrukturisasi permodalan.