Studi ini mengkaji penerapan co-firing biomassa dengan rasio campuran antara 3%
hingga 45% sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Penelitian ini mengevaluasi kelayakan dari perspektif teknis, lingkungan, dan ekonomi.
Secara teknis, panas yang dihasilkan dari proses co-firing sebanding dengan yang
dihasilkan dari pembakaran batu bara murni. Analisis dilakukan menggunakan data
operasional harian, termasuk konsumsi batu bara, beban listrik, temperatur furnace, dan
pengukuran Specific Fuel Consumption (SFC).
Hasil menunjukkan bahwa penambahan sekam padi hingga 45% tidak mengganggu
stabilitas operasional pembangkit listrik. Konsumsi batu bara menurun seiring
peningkatan persentase sekam padi, tanpa mengurangi output listrik yang tetap stabil
dalam rentang 126–139 MW. Temperatur furnace juga tetap stabil, bahkan pada
campuran 45% menunjukkan kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan campuran
lainnya. Meskipun nilai SFC sedikit meningkat pada campuran sekam padi, efisiensi
sistem secara keseluruhan tetap terjaga dengan baik.
Dari segi lingkungan, penerapan co-firing menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK)
yang tetap berada di bawah batas yang telah ditetapkan. Secara ekonomi, pada skenario
co-firing sebesar 5%, penghematan tahunan mencapai Rp6.251.729.419, dan mencapai
puncaknya sebesar Rp27.702.681.170 per tahun pada co-firing 45%, yang menunjukkan
kelayakan finansial. Dengan demikian, pemanfaatan sekam padi sebagai bahan bakar cofiring
pada PLTU Pangkalan Susu 2x200 MW merupakan solusi yang layak dan strategis.
Perpustakaan Digital ITB