digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Shulhan Al Khalidy
PUBLIC Open In Flipbook Rita Nurainni, S.I.Pus

Penelitian ini bertujuan menganalisis distribusi spasial panas ekstrem, curah hujan ekstrem, dan kekeringan di Indonesia, mengevaluasi keterkaitannya dengan klasifikasi wilayah, serta mengkaji hubungan parameter iklim dengan indikator kepadatan penduduk dan intensitas cahaya malam (nighttime light). Analisis dilakukan dengan dua pendekatan klasifikasi, yaitu administratif (kota dan kabupaten) dan tingkat urbanisasi berbasis indikator spasial, dengan ambang kepadatan 1500 dan 300 jiwa/km² yang dipadankan dengan persentil cahaya malam (European Commission: Eurostat, 2021). Data iklim berasal dari CHIRTS (Tmax, Hot Days) dan CHIRPS (Rx1day, hujan >100 mm, SPI-3), sedangkan data kependudukan dan cahaya malam dari GPWv4 (2015) dan VIIRS VNLv1 (2016). Analisis panas ekstrem dibatasi pada wilayah dengan elevasi ?500 m, sementara curah hujan ekstrem dan kekeringan dianalisis untuk seluruh elevasi. Hasil penelitian menunjukkan 511 wilayah administratif (94 kota dan 417 kabupaten), dengan 396 wilayah berada pada elevasi ?500 m. Klasifikasi urbanisasi menghasilkan 134 wilayah Urban Centre, 140 Urban Cluster, dan 277 Rural. Urban Centre mencatat rata-rata Tmax (31,76 °C) dan Hot Days (76,57 hari/tahun) tertinggi, sedangkan Rx1day dan durasi kekeringan lebih tinggi di Rural. Korelasi parameter iklim terhadap kepadatan penduduk dan nighttime light umumnya lemah, baik positif untuk panas ekstrem maupun negatif untuk curah hujan ekstrem dan sebagian indikator kekeringan.s Temuan ini menegaskan bahwa perbedaan karakteristik urban dan rural tidak sepenuhnya tercermin dalam pembagian administratif kota dan kabupaten. Variasi distribusi climate hazard antar kelas urbanisasi, beserta lemahnya korelasi indikator iklim dengan kepadatan penduduk dan cahaya malam, menunjukkan perlunya klasifikasi berbasis indikator spasial dan, pada wilayah tertentu, analisis berbasis grid untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat.