Analisis respons lokal tanah merupakan salah satu aspek penting di dalam studi
bahaya seismik selain faktor dari sumber seismik seperti magnitudo, geometri sesar,
penurunan stress, dan proses penyesaran, serta faktor propagasi seismik yang
meliputi atenuasi anelastik, penyebaran geometrik, dan penghamburan gelombang
seismik sepanjang jalur penjalaran. Wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara terletak
pada zona seismik aktif, yaitu zona subduksi Sulawesi Utara di utara Laut Sulawesi
dan zona subduksi ganda Laut Maluku, khususnya busur Sangihe, serta sesar-sesar
lokal. Distribusi dari seismisitas dan historis gempabumi merusak yang pernah
terjadi menunjukkan potensi bahaya seismik di wilayah Gorontalo dan Sulawesi
Utara relatif tinggi.
Ada beberapa metode untuk mengidentifikasi karakteristik respons lokal tanah yang
digunakan dalam perkembangan studi hubungan antara kondisi lokal tanah terhadap
guncangan pada suatu wilayah dengan memanfaatkan spektrum Fourier dari
rekaman sinyal seismik. Salah satu metode yang umum digunakan adalah metode
Generalized Inversion Technique (GIT) untuk mengekstraksi faktor amplifikasi
spektral, spektrum sumber seismik, dan faktor propagasi seismik dari spektrum
Fourier gelombang geser maupun coda dari rekaman seismik secara terpisah
melalui pendekatan matriks inversi dengan solusi unik dengan menerapkan asumsi
stasiun referensi serta pembobotan kualitas data untuk mengkonstrain parameter
model dari ketiga faktor tersebut dengan mengadaptasi solusi inversi kuadrat
terkecil. Tujuan penelitian ini untuk mengestimasi respons lokal tanah pada stasiun
seismik di wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara, serta menginvestigasi pengaruh
dari faktor sumber dan faktor propagasi seismik serta zona seismik terhadap
estimasi respons lokal tanah yang dihasilkan menggunakan metode GIT.
Penelitian ini menggunakan data rekaman seismik dalam domain percepatan dari
20 stasiun seismik permanen BMKG di wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara
terhadap 104 kejadian gempabumi pada rentang waktu 2021-2024 dengan
magnitudo ? 4,5 dengan kedalaman sumber ? 300 km dan jarak episenter ? 400 km
yang telah melalui kontrol kualitas serta eliminasi respons instrumen. Data sinyal tersebut difilter menggunakan filter Butterworth orde 4 dengan rentang 0,5-4 Hz
lalu dipotong jendela bising sinyal selama 30 detik sebelum waktu tiba gelombang
P hingga jendela waktu 180 detik setelah waktu tiba gelombang P, lalu diterapkan
tapering sinyal kosinus pada kedua ujung sinyal. Kontrol kualitas waveform dan
analisis SNR diterapkan untuk menyeleksi data yang memiliki kualitas yang baik,
menghasilkan 2.118 data jendela gelombang geser sinyal seismik satu komponen
yang akan digunakan dalam estimasi respons lokal tanah. Perhitungan respons lokal
tanah menggunakan GIT dilakukan menggunakan program GITANES dengan
mengasumsikan parameter propagasi seismik berupa kecepatan rata-rata
gelombang geser, parameter penyebaran geometrik, faktor kualitas atenuasi
gelombang geser, dan eksponen hubungan atenuasi terhadap frekuensi.
Hasil estimasi respons lokal berupa amplifikasi spektral menggunakan metode GIT
menunjukkan faktor amplifikasi pada masing-masing stasiun seismik tergolong
cukup tinggi pada rentang antara 3 hingga 6 pada tiga rentang frekuensi puncak
amplifikasi, yaitu antara 0,7-3 Hz, 3-5 Hz, dan 5-10 Hz. Ketiga karakteristik
tersebut mendeskripsikan variasi kondisi lokal tanah yang umumnya terdiri dari
sedimen lunak baik dari endapan danau atau pantai maupun pada struktur batuan
berusia muda berdasarkan peta geologi. Selain itu, faktor jarak dan parameter
atenuasi yang telah diasumsikan sebelum perhitungan terbukti menyebabkan
estimasi amplifikasi spektral tidak mengalami perubahan yang signifikan terhadap
variasi asumsi parameter. Magnitudo gempabumi yang lebih besar cenderung akan
meningkatkan nilai faktor amplifikasi pada frekuensi yang lebih rendah maupun
pada frekuensi puncak amplifikasinya, namun tidak memberikan dampak yang
signifikan pada frekuensi yang lebih tinggi yang diduga frekuensi dominan pada
magnitudo yang lebih besar pada frekuensi rendah yang teratenuasi lebih cepat pada
frekuensi yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menemukan karakteristik
gempabumi intraslab memberikan perbedaan yang lebih signifikan pada variasi
magnitudo dibandingkan gempabumi interface, serta adanya pengaruh kedalaman
sumber memberikan karakteristik yang berbeda terhadap variasi magnitudo.
Amplifikasi spektral berdasarkan zona seismik dan kontur amplifikasi rata-rata
menunjukkan zona subduksi Sulawesi Utara dan busur Sangihe, khsusunya pada
zona slab kedalaman menengah pada wilayah Teluk Tomini dan Laut Maluku
bagian selatan memberikan kontribusi dominan terhadap estimasi respons lokal
tanah.