TPA Sarimukti sebagai tempat pemrosesan akhir utama di wilayah Bandung Raya,
masih beroperasi dengan sistem pembuangan terbuka yang berkontribusi terhadap
pencemaran lingkungan dan emisi gas rumah kaca (GRK). Praktik ini
meningkatkan risiko pencemaran air tanah akibat air lindi serta pelepasan metana
(CH?), karbon dioksida (CO?) dan dinitrogen oksida (N?O) yang merupakan salah
satu faktor utama pemanasan global. Penelitian ini mengkaji potensi reduksi emisi
gas rumah kaca dari konversi TPA Sarimukti menjadi lahan uruk terkendali dan
saniter, serta skenario pengoptimalan melalui pengadaan unit pengolahan sampah.
Penelitian dilakukan dengan metode perhitungan yang mengacu pada
Intergovernmental Panel on Climate Change Guidelines tier 1 (semi-tier 2)
menggunakan data komposisi sampah lokal, kadar air, dan nilai degradable organic
carbon (DOC), serta divalidasi dengan hasil pengukuran konsentrasi gas metana di
lapangan. Estimasi emisi gas rumah kaca dihitung berdasarkan baseline kondisi
eksisting dan baseline pembuangan terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
emisi gas rumah kaca pada kondisi eksisting mencapai 7,44 Gg CH4/tahun (200,99
Gg CO2e/tahun), sedangkan pada kondisi pembuangan terbuka mencapai 10,52 Gg
CH4/tahun (283,92 Gg CO2e/tahun). Penerapan lahan uruk terkendali dapat
menurunkan emisi menjadi 5,26 Gg CH4/tahun (141,96 Gg CO2e/tahun) dengan
persentase penurunan emisi 29,37% dari baseline eksisting dan 50% dari baseline
pembuangan terbuka. Penerapan lahan uruk saniter menghasilkan emisi terendah
sebesar 1,31 Gg CH4/tahun (35,49 Gg CO2e/tahun) dengan persentase penurunan
emisi 82,34% dari baseline eksisting dan 87,5% dari baseline pembuangan terbuka.Skenario A pengolahan sampah tidak mampu mereduksi emisi GRK dari kondisi
eksisting atau pun pembuangan terbuka tetapi mampu mengolah 100% timbulan
sampah. Kemudian, skenario B mampu mereduksi emisi melalui pengolahan parsial
menjadi 80,30 Gg CO2e/tahun (60,18%) dengan baseline eksisting dan 87,76 Gg
CO2e/tahun (69,13%) dengan baseline pembuangan terbuka, tetapi masih
menyisakan 60% timbulan di lahan uruk.
Perpustakaan Digital ITB