digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


COVER Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 6 Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Fakhri Ikhwanul Alifin
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

Hampir semua produk jadi dijual kepada konsumen bersama garansi yang menyertainya. Sebagai contoh, mobil baru biasanya disertai garansi perbaikan dengan perhitungan umur atau jarak yang telah ditempuh mobil tersebut. Selain garansi perbaikan, garansi produk pun dapat berupa ganti rugi atau pengembalian (refund) dalam bentuk uang sebesar harga jual. Keberadaan garansi dalam transaksi jual beli sebuah produk akan menguntungkan kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli. Di sisi penjual, garansi menurunkan risiko terjadinya klaim terkait produk yang tidak rasional dan berdampak pada bertambahnya biaya. Sedangkan dari sisi pembeli, garansi dapat mengurangi pengeluaran berlebih akibat kerusakan atau kecacatan pada produk yang dibeli. Oleh karena itu, penetapan kebijakan garansi harus dapat menguntungkan kedua belah pihak. Namun, seringkali kebijakan garansi yang ditetapkan pemanufaktur seringkali menyebabkan membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan pemanufaktur sebagai akibat banyaknya klaim garansi yang dilakukan konsumen. Selain karena faktor produksi yang menyebabkan produk cacat hingga sampai di tangan konsumen, faktor analisis biaya garansi pun seringkali diabaikan pemanufaktur. Padahal, sebelum menetapkan kebijakan garansi, pemanufaktur perlu untuk melakukan analisis biaya terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kebijakan yang ditetapkan sudah efektif dan efisien dari segi biaya. Oleh karena itu, analisis biaya garansi merupakan sebuah hal yang penting untuk dilakukan. Penelitian mengenai analisis biaya garansi telah banyak dilakukan sejak lama. Berbagai kebijakan garansi yang dianalisis adalah seperti Free Replacement Warranty (FRW) Pro-Rata Warranty (PRW) dengan jenis garansi satu atau dua dimensi. Namun, seringkali kebijakan garansi tersebut tidak melindungi konsumen dari kerusakan yang berulang pada produk sehingga konsumen dirugikan karena kehilangan waktu untuk produk tersebut atau availabilitas menurun. Dampak lebih lanjut adalah perusahaan akan kehilangan konsumen yang kemungkinan besar akan menjadi efek domino karena konsumen bisa jadi memberitahukan calon konsumen mengenai kasus kerusakan berulang tersebut. Salah satu kebijakan hukum terkait garansi yang melindungi konsumen dari kerusakan berulang adalah Hukum Lemon. Hukum Lemon pertama kali diimplementasikan di Connecticut, Amerika Serikat pada tahun 1982 dan saat ini telah diimplementasikan di banyak negara seperti Singapura, Kanada, negara-negara Eropa, dan Korea Selatan. Hukum Lemon melindungi konsumen dari kerusakan berulang karena secara hukum, ketika terjadi kerusakan beberapa kali maka konsumen dapat melakukan klaim garansi berupa refund atau replacement. Selain itu, syarat lain untuk dilakukannya klaim garansi yang dapat dipertimbangkan dalam Hukum Lemon adalah ketika produk mengalami downtime selama lebih dari 30 hari. Apabila syarat banyaknya kerusakan dan downtime tercapai, maka produk dinyatakan dalam kondisi lemon dan konsumen dapat melakukan klaim garansi lemon. Penelitian mengenai Hukum Lemon masih terbatas dan belum banyak mendapatkan perhatian dari peneliti sampai saat ini. Padahal, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, beberapa negara telah menerapkan Hukum Lemon khususnya dalam penjualan produk otomotif sehingga seharusnya penelitian mengenai Hukum Lemon menjadi fokus para peneliti. Pada penelitian terkait analisis biaya garansi Hukum Lemon, perspektif yang digunakan adalah berdasarkan pemanufaktur. Skema garansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah refund dan replacement yang dapat dicapai dengan syarat banyaknya kerusakan yang terjadi pada komponen. Kemudian, obyek penelitian ini adalah produk yang dipandang sebagai yang terdiri dari komponen critical dan non-critical. Dan pada penelitian ini, dipertimbangkan interaksi kerusakan (failure interaction) dari komponen non-critical terhadap komponen critical. Dua kasus dipertimbangakan pada tesis ini, yaitu (i) periode garansi lemon sama dengan periode garansi secara umum (WL = W) dan (ii) periode garansi lemon lebih singkat dibandingkan dengan periode garansi secara umum (WL < W). Penelitian ini membangun model biaya garansi Hukum Lemon dengan model matematis yang kemudian akan diproses secara numerik menggunakan software Matlab R2020b untuk menghasilkan periode garansi lemon optimal yang dapat meminimasi ekspektasi total biaya garansi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekspektasi total biaya garansi akan cenderung menurun seiring bertambahnya batas jumlah kerusakan (k) sedangkan periode lemon optimal akan semakin panjang. Selain itu, dengan adanya pertimbangan interaksi kerusakan, hasil yang diperoleh menunjukkan kenaikkan biaya pada skema garansi dengan interaksi kerusakan. Kemudian, seiring meningkatnya keandalan komponen, maka ekspektasi total biaya garansi akan menurun, sedangkan periode lemon optimal akan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan semakin tingginya jumlah batas kerusakan dan keandalan komponen, maka kemungkinan terjadinya kondisi lemon akan semakin kecil.