Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai target bauran energi
terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050, sejalan dengan
komitmen nasional menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060. Meskipun
memiliki target tersebut, bahan bakar fosil masih mendominasi bauran energi..
Studi ini meneliti kelayakan teknis dan ekonomi menggunakan indikator Net
Present Cost (NPC) dan Levelized Cost of Energy (LCOE dari sistem PLTS
terapung di Waduk Cisokan, dengan cakupan area sebesar 0,52 km² untuk
pemasangan kapasitas 46,62 MWp.
Berdasarkan hasil simulasi menggunakan aplikasi PVsyst dan HOMER Pro,
skenario eksisting menunjukkan nilai LCOE sebesar Rp 1.153,38 Rp/kWh.
Integrasi PLTS berkapasitas 46,6 MWp mampu menurunkan LCOE menjadi
1.130,33 RpkWh dan NPC menjadi Rp 13.995 Miliar, dengan nilai IRR sebesar
12,6% dan Payback Period selama 7,53 tahun. Sementara itu, penambahan sistem
PHS meningkatkan keandalan sistem, namun berdampak pada peningkatan biaya,
dengan NPC mencapai Rp 14.689 Miliar, LCOE sebesar 1.186,38 Rp/kWh, IRR
sebesar 1,4%, dan Payback Period yang lebih panjang, yaitu 21,3 tahun.
Integrasi PLTS dengan PHS mampu meningkatkan kontribusi energi terbarukan
dan pembangkit lokal di Jawa Barat. Studi ini menyajikan analisis tekno-ekonomi
yang mengkaji integrasi sistem PLTS Terapung dengan pumped hydro storage
(PHS) pada proyek pembangkit penyimpanan energi air pertama di Tanah Air, yaitu
Cisokan. Kajian ini sekaligus memperluas penerapan konsep integrasi dari proyek
PLTS Terapung Cirata sebagai upaya mendukung transisi energi yang lebih andal
dan berkelanjutan.
Perpustakaan Digital ITB