digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kota kecil di Indonesia mengalami modernisasi. Hal tersebut ditandai dengan transformasi aspek fisik, ekonomi, dan sosial. Minimarket muncul sebagai salah satu gejala modernisasi di Kota Tanjungsari. Kebutuhan pasar dan konsumen di Kota Tanjungsari serta permintaan pasar yang menuntut kualitas pelayanan yang lebih baik telah menyebabkan masuknya minimarket. Konsumen pada dasarnya akan memilih tempat belanja yang menawarkan fasilitas lebih baik sehingga preferensi konsumen dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran pola perilaku belanja masyarakat yang mengancam keberlanjutan toko kelontong/warung. Dalam menjawab persoalan tersebut, maka perlu adanya identifikasi mengenai pergeseran pola perilaku belanja masyarakat sebagai akibat dari munculnya minimarket di Kota Tanjungsari. Sasaran yang ditetapkan adalah identifikasi persebaran pengecer di Kota Tanjungsari, identifikasi karakteristik dan perilaku belanja serta persepsi masyarakat mengenai pengecer di Kota Tanjungsari. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, kawasan pendidikan di Kecamatan Jatinangor lebih berkembang dibandingkan Kawasan perdagangan di Kecamatan Tanjungsari, khususnya pada segi jumlah toko kelontong/warung dan minimarket. Masyarakat di Kota Tanjungsari, baik di Kawasan pendidikan dan perdagangan memiliki karakteristik sosial ekonomi dan perilaku belanja yang hampir serupa, yaitu sebagian besar telah menamatkan pendidikan SMA atau sederajat dan termasuk kedalam golongan ekonomi menengah ke bawah, selain itu terdapat masyarakat yang belum pernah mengunjungi pengecer modern. Terdapat perbedaan perilaku belanja masyarakat di toko kelontong/warung dan minimarket. Perbedaan tersebut cenderung berbanding terbalik satu sama lainnya. Jarak tempuh ke toko kelontong/warung memiliki hubungan dengan besar pengeluaran dan lama belanja di toko kelontong/warung sedangkan Jarak tempuh ke minimarket memiliki hubungan dengan frekuensi belanja ke minimarket, besar pengeluaran saat berbelanja di minimarket, lama waktu yang dihabiskan untuk berbelanja, dan moda transportasi yang digunakan untuk berbelanja. Alasan ketertarikan belanja masyarakat ke toko kelontong/warung adalah karena jarak yang dekat dan alasan ketertarikan ke minimarket adalah barang yang lengkap, selain itu alasan utama berbelanja di toko kelontong/warung adalah harga yang murah dan alasan utama berbelanja di minimarket adalah barang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan yang terpenuhi di toko kelontong/warung adalah makanan dan minuman segar sedangkan kebutuhan yang terpenuhi di minimarket adalah barang sanitasi. Permasalahan utama di toko kelontong/warung adalah barang yang tidak lengkap dan minimnya fasilitas penunjang, sedangkan permasalahan utama yang ditemui di minimarket adalah harga label yang tidak sesuai dengan harga kasir serta kadaluarsa barang. Tingkat pendidikan masyarakat memiliki keterkaitan dengan besar pengeluaran belanja. Tingkat pendapatan masyarakat memiliki keterkaitan dengan besar pengeluaran belanja dan moda transportasi yang digunakan. Jumlah toko kelontong/warung berkaitan dengan besar pengeluaran belanja dan jarak tempuh sedangkan persebaran minimarket hanya berhubungan dengan moda transportasi yang digunakan untuk berbelanja. Toko kelontong/warung dan minimarket di Kota Tanjungsari bersifat saling melengkapi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pergeseran pola perilaku belanja masyarakat saat ini belum mengancam keberlanjutan toko kelontong/warung di Kota Tanjungsari. Namun terdapat kecenderungan pergeseran pola perilaku belanja ke minimarket apabila terjadi peningkatan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat sebagai akibat dari proses modernisasi karena seiring dengan taraf hidup yang meningkat, kebutuhan masyarakat akan semakin beragam dan menuntut fasilitas pelayanan yang lebih baik, oleh karena itu dibutuhkan pengembangan toko kelontong/warung agar dapat bersaing dengan minimarket.