digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_Imas Nurrahmah Priandani
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

Peningkatan aktivitas di perkotaan berasal dari urbanisasi yang terjadi dan membuat suatu kawasan menjadi padat. Kebutuhan akan ruang untuk beraktivitas juga selaras dengan pembangunan yang akhirnya mengurangi ruang hijau. Sementara ruang hijau menjadi penting dalam mengatasi pemanasan perkotaan yang sering disebut Urban Heat Island (UHI). Salah satu kota yang tengah mengalami fenomena UHI adalah Kota Cirebon. Dimana wilayahnya memiliki indeks kerapatan vegetasi yang sangat jarang dan juga suhu yang tinggi. Solusi yang befokus dengan iklim lingkungan dan perkotaannya adalah climate sensitive urban design (CSUD). Sementara untuk menghadirkan kembali ruang hijau diperlukan konsep yang sejalan yaitu biophilic urbanism. Sebagai konsep yang ingin menghadirkan kembali alam ke dalam kegiatan sehari-hari pengguna ruang kota, biophilic ini juga mampu dalam beradaptasi dengan perubahan iklim. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi intervensi elemen rancang kota yang mengatur iklim mikro koridor perkotaan di kawasan Kota Cirebon dengan konsep biophilic urbanism. Pendekatan penelitian ini menggunakan studi desain yang menggunakan simulasi perangkat ENVI-met untuk mengevaluasi alternatif-alternatif skenario dengan menggunakan elemen-elemen biophilic urbanism yaitu vegetasi, material perkerasan dan elemen air. Secara umum hasil dapat dikatakan bahwa skenario 2 yang mengombinasikan elemen vegetasi tajuk kolumnar, material dengan nilai albedo 0,7, atap hijau dan fitur air mancur mampu menurunkan suhu maksimumnya sebanyak 1,8oC. Kemudian jika dilihat secara spesifik, setiap segmen koridor di Kebonbaru yang diujikan memiliki kecocokan dengan skenario yang berbeda karena karakteristik yang bervariasi. Akan tetapi, skenario-skenario yang merupakan intervensi memiliki hasil kenyamanan termal yang termasuk kategori tidak nyaman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep biophilic urbanism yang diterapkan pada Kebonbaru, Cirebon masih belum bisa secara optimal mengatur iklim mikronya. Sehingga diperlukan intervensi yang skalanya lebih dari mikro, atau dapat mengintervensi lebih banyak dari segi ketinggian bangunan, ruas jalan dan luas lahan bangunannya.